Rabu, 20 Desember 2017

Kain-kain Tradisional Khas Indonesia

Semua yang ada di Indonesia memang merupakan perwujudan dari kekayaan yang dimiliki oleh negeri ini. Mulai dari kuliner, musik bahkan sampai fashion asli khas Indonesia sekarang ini sudah diakui dalam pentas dunia. Anak-anak muda generasi Indonesia sekarang tidak malu lagi mengenakan pakaian daerah dalam berbagai kegiatan formal maupun non formal. Tidak cukup sampai di situ, maskapai penerbangan Indonesia juga banyak yang turut berpartisipasi mengenalkan kekayaan tanah air ke mata dunia.
Berbicara tentang fashion asli Indonesia, setiap daerah yang tersebar di seluruh penjuru nusantara mulai dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali hingga Papua juga memiliki pakaian khasnya masing-masing. Ciri-ciri khas daerah bukan hanya sebatas terlihat dari corak yang tergambar, namun termasuk proses untuk membuatnya.
Sederet kain menawan dihasilkan menggunakan sistem tenun, yakni teknik sederhana untuk merangkai atau menggabungkan benang secara melintang serta memanjang. Bahan yang digunakan umumnya dari kapas, serat kayu atau sutra. Pakaian tradisional yang diwariskan secara turun temurun tersebut saat ini mudah dijumpai di berbagai acara fashion kelas dunia. Nah, kira-kira apa kalian benar-benar mengetahui apa saja kain tradisional Indonesia yang dihasilkan dari berbagai daerah dari Sabang – Merauke?

1. Batik, Si Cantik Berbagai Motif yang Melalang Buana Ke Berbagai Belahan Dunia

Siapa yang tidak kenal dengan kain dengan berbagai corak ini. Sekarang ini keberadaan kain Batik bukan hanya mudah didapatkan dari sekitar Pulau Jawa, akan tetapi juga di sejumlah daerah lainnya. Dari tiap daerah itu pula terdapat corak khas yang berbeda satu sama lain. Di Pulau Jawa sendiri berbagai macam motif atau corak Batik bisa dengan mudah ditemukan. Katakanlah seperti Batik Pekalongan, Batik Solo, Batik Garutan dan masih banyaak lagi. Sedangkan di sejumlah daerah lain juga bisa ditemukan berbagai motif semacam Batik Bali, Batik Madura hingga Batik Jambi.
Tidak hanya terkenal di pasar Indonesia, namun Batik juga sudah sering ditampilkan dalam aneka event fashion week berkelas internasional. Sederet desainer kondang yang turut mengenalkan Batik ke kancah internasional diantaranya adalah Denny Wirawan lewat ajang New York Fashion Week 2016, Iwan Tirta dengan desain yang dikenakan oleh para kepala negara dalam pertemuan APEC 1994, Poppy Dharsono, Edwin Hutabarat dan masih banyak lagi.
Maskapai penerbangan Batik Air juga menggunakan Batik sebagai motif di badan armada pesawat yang mereka gunakan. Sebagaimana diketahui, Batik Air merupakan anak perusahaan Lion Air yang membuka layanan penerbangan domestik dan internasional. Adapun layanan penerbangan internasional dari Batik Air sendiri adalah Perth, Singapore dan Kuala Lumpur.

2. Sasirangan, Kain Khas Kalimantan Selatan Yang Dihasilkan Dengan Teknik Ikat

Kain adat milik suku Banjar, Kalimantan Selatan, Sasirangan dihasilkan dengan cara yang sangat unik lho! Sasirangan dibuat dengan cara diikat kemudian dicelupkan ke dalam bermacam warna sehingga mampu membentuk motif yang beragam. Berbeda halnya dengan jenis tie dye, Sasirangan cenderung berdesain formal sekaligus elegan. Beberapa motif Sasirangan yang sudah diakui Dirjen HAKI Departemen Hukum dan HAM RI diantaranya adalah Iris Pudak, Bayam Raja, Kambang Raja, Kulit Kurikit dan Ombak Sinapur Karang.
Kain Sasirangan
Kain Sasirangan

3. Banjar Punya Sasirangan, Batak Punya Ulos si Tenun Halus

Kain tradisional khas Batak yang umumnya ditampilkan dalam bentuk selendang guna melengkapi baju adat tidak lain adalah Ulos. Jika dilihat dari teknik pembuatannya, maka kain Ulos termasuk dalam jenis tenun halus yang dibuat tanpa menggunakan bantuan mesin. Warna yang umumnya digunakan di dalam membuat Ulos sendiri diantaranya merah, putih dan hitam. Ulos juga mmenonjolkan kesan yang tegas tetapi simpel.

4. Sarung Bugis, Kain Spesial Berbahan Sutera Dengan Benang Perak dan Emas

Kain tenun Sarung Bugis merupakan jenis kain tradisional Indonesia yang tergolong sangat spesial. Tentu unsur spesial tersebut dikarenakan Sarung Bugis dibuat menggunakan bahan sutera dengan rangkaian benang perak dan emas. Kain tradisional milik Makasar ini bahkan menampilkan perpaduan warna yang sedikit lebih ramai dengan menghadirkan motif kotak nan menawan.

5. Bermotif Garis Klasik, Kain Lurik Solo, Yogyakarta dan Klaten Tak Kalah Mempesona

Kain yang hingga saat ini masih cukup banyak ditemukan di daerah Solo, Yogyakarta dan Klaten ini pada beberapa tahun lalu sempat mengalami ancaman “kepunahan”, tidak lain karena kurangnya pengrajin kain lurik yang masih bertahan. Selain itu, lurik yang dahulu hanya dikenal sebagai kain murah karena dibuat menggunakan bahan katun biasa, sekarang ini banyak menjadi tambahan motif untuk blus, dress hingga kemeja. Lurik sendiri sebenarnya memiliki motif yang sangat khas dan unik, yakni berupa motif garis klasik dengan nuansa warna solid.
Sekarang ini Klaten sedang gencar dipromosikan sebagai daerah yang memiliki sentra kerajinan kain Lurik ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Khususnya di Desa Tlingsing, kecamatan Cawas, kabupaten Klaten. Beberapa daerah di Klaten lainnya yang juga masih menghasilkan kain lurik ATBM adalah Pedan, Bayat, Cawas, Delanggu, Juwiring dan Karrangdawa.

6. Lombok Juga Punya Kain Songket Dengan Warna Khas Perpaduan Benang Emas

Memiliki motif yang sangat khas dengan perpaduan benang berwarna emas membuat Songket Lombok terkesan mengkilap dan mempesona. Tidak heran, kain yang satu ini selalu ramai diincar turis pada saat menyambangi salah satu pulau menawan Indonesia ini. Corak hingga nuansa warna Songket Lombok ini juga menonjolkan kesan cerah sehingga sangat cocok dipadukan dengan pilihan busana polos apa pun. Nah, kalian yang mengaku berdarah asli Indonesia atau bahkan Lombok, sudah pernah belum mencoba Songket Lombok nan cantik ini?

7. Bukan Cuma Siger, Lampung Juga Punya Kain Tapis Yang Keren Diborong Sebagai Oleh-Oleh

Saat bertandang ke Lampung jangan lupa untuk menyempatkan diri berburu kain Tapis. Kain khas yang berasal dari provinsi dengan lambang Siger ini memiliki motif lokal yang memang sangkat khas. Hingga saat ini masih belum banyak yang memanfaatkan kain Tapis sebagai bahan untuk membuat kemeja atau dress dan sejenisnya. Hal tersebut dikarenakan kain asli Lampung ini termasuk sebagai kain adat yang awalnya khusus digunakan dalam momen-momen tertentu. Selain itu, rata-rata harga untuk setiap satu lembar kain Tapis juga dibanderol dalam kisaran jutaan rupiah. Tentunya harga yang sangat fantastis jika hanya sebatas digunakan sebagai tambahan dari fashion sehari-hari bukan?

8. Suku Dayak Punya Tenun Khas Dengan Motif Lokal Berpadu Pola Asimetris

Pernah menyaksikan langsung bagaimana suku Dayak menghasilkan tenun khas yang sangat menawan? Ya! Tenun Dayak dibuat dengan memadukan motif lokal dengan pola asimetris. Sehingga sangat tidak mengherankan jika motif yang dihasilkan benar-benar sangaat khas. Bukan hanya dari segi motif, untuk warna yang ditonjolkan oleh Tenun Dayak juga tidak kalah khas, yakni menonjolkan warna-warna cerah.

9. Menyambangi Desa Tenganan, Bali Ada Kain Gringsing Yang Siap Menyambut

Menghasilkan sebuah masterpiece memang bisa dikatakan bukan pekerjaan mudah. Hal tersebut sangat berlaku untuk jenis kain yang dihasilkan oleh Desa Tenganan, Bali. Dibutuhkan waktu minimal 2 tahun dan maksimal 5 tahun demi bisa menghasilkan kain Gringsing yang dibuat menggunakan teknik double ikat ini.

10. Terkenal Dengan Sungai Musi, Palembang Juga Punya Kain Songket Khas

Sedikit bergeser dari Lampung dengan kain Tapisnya, ada Songket Palembang yang sudah mendaratkan kaki di kancah internasional belum lama ini. Sosok desainer muda Dian Pelangi sekitar satu tahun yang lalu diketahui mengenalkan kain khas Palembang ini dalam acara fashion show yang diselenggarakan di Amerika Serikat. Songket Palembang juga mudah dikenali karena dihasilkan melalui campuran berupa benang emas sutra dicampur dengan katunn, dengan demikian menjadikan kainnya terasa keras atau kaku. Umumnya Songket Palembang juga dibuat menggunakan benang emas asli/ benang emas jantung dengan berat mencapai 1 kg, 18 karat. Selain itu harga dari Songket Palembang juga tergolong fantastis karena berada pada kisaran 3 sampai dengan 5 juta. Beberapa diantaranya bahkan ada yang mencapai puluhan juta.
kain songket
Kain Songket

11. Memiliki Hubungan Dekat Dengan Batik, Besurek Memadukan Tulisan Kaligrafi Sebagai Motif

Besurek merupakan kain yang terbilang masih memiliki hubungan dekat dengan batik. Namun, Basurek sendiri sedikit banyak dipengaruhi oleh budaya Arab. Pengaruh tersebut bisa dilihat melalui motif yang sangat unik berupa perpaduan tulisan kaligrafi yang ditampilkannya. Sebagian besar kain Basure sendiri memang lebih banyak dimanfaatkan sebagai bahan utama kemeja pria.

12. Pulau Dewata Juga Punya Kain Poleng Untuk Keperluan Religius dan Dekorasi Ruangan

Kain Poleng memiliki motif kotak yang sangat populer. Kain yang menjadi ikon dari Pulau Dewata ini juga bukan hanya digunakan dalam berbagai keperluan bernuansa religius, akan tetapi dimanfaatkan dalam berbagai aksen dekorasi ruangan. Makna umum dari Poleng sendiri merupakan mengenai dua sifat yang sangat bertolak belakang, lyaknya baik-buruk maupun tinggi dan rendah.

13. Jumputan Dibuat Dengan Caa Ikat dan Dicelupkan Dalam Beragam Warna Cantik

Ini merupakan jenis kain yang dibuat menggunakan teknik ikat dan celup. Dimana kain diikat kemudian dicelupkan ke dalam beragam pilihan warna yang cantik. Awalnya teknik ikat dan celup yang digunakan untuk membuat kain Jumputan sendiri berasal dari Cina yang dibaa ke Cina oleh seorang saudagar India. Bukan hanya dimanfaatkan sebagai bahan utama kebaya, kain Jumputan juga sudah banyak dirancang ke dalam berbagai busana yang lebih fashionable layaknya sebagai outer wear maupun celana harem.

14. Kalimantan Selatan Menyimpan Tenun Ulap Doyo Sebagai Peninggalan Kerajaan Kutai

Kain Tenun Ulap Doyo merupakan kain tradisional Indonesia yang berasal dari kerajaan paling tua tanah air, yakni Kutai Kartanegara yang di Kalimantan Timur. Ulap Doyo dihasilkan dari bahan alami yang tidak lain adalah daun doyo yang diolah sebagai bahan benang. Kain Tenun Ulap Doyo memiliki ciri khas yang sangat kuat pada perpaduan motif garis-garis dengan corak flora dan fauna yang dimilikinya.

Kain Sasirangan

Kain Sasirangan
 
Kain Sasirangan merupakan kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan yang diwariskan secara turun temurun sejak abad XII, saat Lambung Mangkurat menjadi Patih Negara Dipa. Cerita yang berkembang di masyarakat Kalimantan Selatan adalah bahwa kain Sasirangan pertama kali dibuat oleh Patih Lambung Mangkurat setelah bertapa 40 hari 40 malam di atas rakit Balarut Banyu.
Konon menjelang akhir tapanya, rakitnya tiba di daerah Rantau kota Bagantung. Di tempat ini, ia mendengar suara perempuan yang keluar dari segumpal buih. Perempuan itu adalah Putri Junjung Buih, yang kelak menjadi Raja di daerah ini. Sang Putri hanya akan menampakkan wujudnya jika permintaannya dikabulkan, yaitu sebuah istana Batung dan selembar kain yang ditenun dan dicalap (diwarnai) oleh 40 putri dengan motif wadi/padiwaringin. Kedua permintaan itu harus selesai dalam waktu satu hari. Kain yang dicalap itu kemudian dikenal sebagai kain sasirangan yang pertama kali dibuat.
Kain sasirangan dipercaya memiliki kekuatan magis yang bermanfaat untuk pengobatan (batatamba), khususnya untuk mengusir roh-roh jahat dan melindungi diri dari gangguan makhluk halus. Agar bisa digunakan sebagai alat pengusir roh jahat atau pelindung badan, kain sasirangan biasanya dibuat berdasarkan pesanan (pamintaan).
Di awal-awal kemunculannya, kain sasirangan mempunyai bentuk dan fungsi yang cukup sederhana, seperti ikat kepala (laung), sabuk dan tapih bumin (kain sarung) untuk lelaki, selendang, kerudung, udat (kemben), dan kekamban (kerudung) untuk perempuan.
Seturut perkembangannya, kain ini juga digunakan sebagai pakaian adat yang dipakai oleh kalangan rakyat biasa ataupun keturunan bangsawan saat mengikuti upacara-upacara adat. Namun perkembangan zaman juga yang mengubah fungsi kain sasirangan dalam masyarakat Kalimantan Selatan. Nilai-nilai sakral yang terkandung di dalamnya seolah-olah ikut memudar tergerus arus globalisasi mode. Globalisasi menjadikan kain ini tidak hanya mengalami proses desakralisasi sehingga kemudian berubah menjadi pakaian sehari-hari, tetapi juga  semakin dilupakan.
Padahal bisa dikatakan kalau kain sasirangan merupakan salah satu bentuk perwujudan dari pengetahuan lokal masyarakat Kalimantan Selatan. Dengan mengenal sejarah kain sasirangan, kita bisa mengetahui beraneka macam nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat setempat. Seperti nilai tentang keyakinan, budaya, dan ekonomi.
Seperti kain pada umumnya, kain sasirangan memiliki banyak motif, diantaranya: sarigading, ombak sinapur karang (ombak menerjang batu karang), hiris pudak (irisan daun pudak), bayam raja (daun bayam), kambang kacang (bunga kacang panjang), naga balimbur (ular naga), daun jeruju (daun tanaman jeruju), bintang bahambur (bintang bertaburan di langit), kulat karikit (jamur kecil), gigi haruan (gigi ikan gabus), turun dayang (garis-garis), kangkung kaombakan (daun kangkung), jajumputan (jumputan), kambang tampuk manggis (bunga buah manggis), dara manginang (remaja makan daun sirih), putri manangis (putri menangis), kambang cengkeh (bunga cengkeh), awan beriring (awan sedang diterpa angin), benawati (warna pelangi), bintang bahambur (bintang bertaburan di langit), turun dayang (garis-garis), dan sisik tanggiling.
Kain sasirangan banyak tersedia di berbagai toko oleh-oleh yang ada di Kalimantan Selatan. Harganya ditentukan berdasar jenis kain dan motifnya. Semakin rumit motifnya maka semakin mahal juga harganya.

ARTI DAN MAKNA GAMBAR TATO SUKU DAYAK KALIMANTAN

arti dan makna dari gambar tato suku dayak kalimantan
Tato kini ini sudah menjadi seni tersendiri bagi para peminat dan penggemar dari seni gambar pada tubuh manusia baik pria maupun wanita, dalam hal ini tak membahas antara pro dan kotra dari seni tato tersebut. Tato memang sudah menjadi trend tersendiri baik didalam negeri maupun luar negeri, yang menjadikannya sebagai simbol kebebasan memodif diri dan tubuh dengan gambar atau pola-pola yang tergambar dengan indah, tetapi di negari kita Indonesia tato sudah dikenal sejak dahulu kala.

Indonesia dengan keanekaragaman suku dan budayanya salah satunya adalah suku dayak dari kalimantan, bagi suku dayak gambar tato memiliki arti dan filosofi tersendiri, hal itu erat kaitannya dengan pengalaman-pengalaman yang mereka gambarkan sebagai bentuk pengingat baik pengalaman pribadi maupun pengalaman spiritual mereka.

Maka tak perlu terkejut jika disaat masuk ke dalam perkampungan masyarakat Dayak dan kemudian berjumpa dengan orang-orang tua baik pria maupun wanita yang dihiasi dengan berbagai macam tato indah di beberapa bagian tubuhnya. Gambar tato bagi masyarakat Dayak kalimantan bukan sekadar hiasan, tetapi memiliki arti dan makna yang sangat mendalam.

Tato ditubuh pria suku Dayak adalah sebagai simbol dari segala hal. tanda inisiasi, simbol kekuatan magis, serta berhubungan dengan religi, dan untuk pengobatan, kenangan perjalanan atau catatan kehidupan. Tetapi arti yang paling esensial dari gambar tato tersebut bagi suku dayak kalimantan adalah bukti kelaki-lakian yang tahan akan penderitaan.

Dalam hal motif, tato tradisional suku dayak kalimantan penuh dengan simbol serta filosofi. Mitologi Dayak dalam sketsa menampilkan sosok-sosok mahluk hidup dalam bentuk abstraki. Penempatan suatu motif di suatu bagian tubuh, juga memiliki makna tersendiri. Bagi orang Dayak, tato lebih dari sekadar gaya hidup. Tato di tubuh bisa menjelaskan beberapa hal: bagian dari tradisi religi, status sosial, penghargaan terhadap kemampuan, ahli pengobatan, atau menandakan seseorang sering mengembara.

Tato Dayak Kalimantan dahulu kala dibuat dengan memanfaatkan sumber daya sekitar. Jelaga dari lampu pelita atau arang periuk serta kuali, dipergunakan sebagai pewarnanya. Bahan bahan tersebut kemudian dikumpulkan serta dicampurkan dengan gula kemudian diaduk sampai sedemikian rupa.

Dengan menggunakan duri dari pohon jeruk yang ukurannya cukup panjang dan tingkat ketajamannya memadai, dipergunakan sebagai alat untuk merajah. Duri tersebut bisa digunakan langsung atau dijepitkan ke setangkai kayu untuk pegangan sehingga menyerupai palu dalam penggunaanya. Dengan cara Duri pohon jeruk itu dicelupkan pada “tinta” berbahan jelaga dan gula, oleh pentato kemudian dengan menusukkan duri ke kulit sesuai motif yang diinginkan. Bahkan jika motifnya terlalu rumit, proses perajahan bisa memakan waktu seharian. Bekas tusukan duri jeruk tersebut bisa berakibat pada pembengkakan dan mengeluarkan darah lebih parahnya bisa menyebabkan demam 1 sampai 2 hari.

Seiring perkembangan jaman, pembuatan tato tradisional sudah menggunakan jarum. Bahan yang semula jelaga juga mulai berubah seiring tersedianya berbagai alternatif tinta sebagai bahan warna tato, yang terdiri atas dua bentuk: batu arang dan cair. Jika berupa batu arang, sebelum dipergunakan harus terlebih dahulu digosok kemudian dicampur air.

Gambar tato tradisional hanya memiliki satu warna, yakni hitam kebiru-biruan dengan wujud yang khas buatan tangan. Sedangkan tato zaman modern sudah jauh lebih rapi dan warna-warni berkat peralatan mesin dan tintanya.

Sementara itu gambar tato bagi sebagian orang yang memiliki kekuatan magis motif tato hewan yang tergambar dalam tubuhnya itu sewaktu-waktu bisa dihidupkan, dan benar-benar hidup layaknya hewan seperti biasa bahkan bisa dipergunakan sebagai penunjuk jalan si pemilik gambar tato tersebut, apabila ada bahaya yang menghadang maka akan memberitahukan si pemilik tato.

Sedangkan gambar tato yang diperuntukan untuk pengobatan, misalnya jika ada seorang perempuan yang melahirkan bayi secara berturut-turut melahirkan dan bayinya meninggal maka si ibu harus menjalani ritual untuk membuang sial, diatas puting payudara si ibu harus ditato atau rajah yang menyerupai puting payudara. Dalam hal ini ritual tersebut guna membuang sial yang bersarang pada puting asli yang menjadi penyebab meninggalnya dua janin secara berurutan.

"Setiap sub-suku Dayak memiliki aturan yang berbeda dalam pembuatan tato. Bahkan ada pula sub-suku Dayak yang tidak mengenal tradisi tato," ungkap Mering Ngo, warga suku Dayak yang juga antropolog lulusan Universitas Indonesia.
Panglima Perang (Panglima Damai) Dayak, Edy Barau, mengatakan, motif yang digunakan masyarakat Dayak, khususnya Dayak Iban untuk mengukir pada tubuh berhubungan erat dengan kehidupan alam (hutan).

Dengan demikian, motifnya ada yang berasal dari binatang maupun tumbuhan seperti daun, bunga, dan buah yang semua memiliki arti dan makna bagi masyarakat Dayak.

Menurut Edy, ada tujuh bentuk motif tato yang berhubungan erat dan sering digunakan masyarakat Dayak Iban. Selain dari motif, tempat atau lokasi untuk diukirkan gambar tidak bisa sembarangan.

Ketujuh bentuk motif itu di antaranya, motif rekong, bunga terong, ketam, kelingai, buah andu, bunga ngkabang (tengkawang) dan bunga terung keliling pinggang yang masing-masing memiliki makna yang berbeda-beda.

Bahwa tato atau ukir rekong(leher) biasanya diukirkan di leher. Bagi masyarakat Dayak Iban seseorang yang mendapatkan ukiran rekong adalah orang yang mempunyai kedudukan pada masyarakatnya, seperti Timanggong/Temanggung dan Panglima atau orang yang di-tua-kan di kampung halamannya sendiri maupun di tempat merantau.

Motif Rekong, lanjut Edy, berbeda-beda bentuknya karena disesuaikan dengan jabatan dan kedudukan. Selain itu, antara sub suku Dayak yang satu dengan yang lainnya juga memiliki bentuk motif yang berbeda tapi memiliki makna yang sama.

Sementara Motif rekong(leher) dapat berupa gambar sayap kupu-kupu, kalajengking merayap dan kepiting. Intinya lebih cenderung berbentuk motif binatang.

Masyarakat Dayak yang biasanya memiliki gambar tato rekong di leher adalah Dayak Kayan, Dayak Taman, dan Dayak Iban. Sementara masyarakat Dayak biasa yang tato rekong di leher akan dikenakan sanksi atau hukuman adat, namun untuk sekarang ini tidak lagi karena ada sebagian memandangnya sebagai seni, ucapnya.

Sedangkan Motif lainnya adalah Bunga terong yang merupakan bunga kebanggaan dari masyarakat Dayak Iban. "Bunga terong sudah naik, orang itu sudah profesional, kalimat itu sering diucapkan masyarakat Iban. Karena terong itu merupakan kebanggaan masyarakat Iban. Terong juga memberi makna pangkat/kedudukan sebab umumnya letak pertama ada di bahu

Bentuk motif dan jenis bunga terong ada berbagai macam bentuk dan letaknya juga berbeda. Ada yang tato terong dan meletakannya di lengan, tangan, kaki, dan perut, serta ada juga mengukir seluruh tubuhnya dengan bunga terong.

Bunga terong ada yang bersayap enam, dan ada yang delapan. " Seorang masyarakat Dayak Iban yang memiliki bunga terong keliling pinggang biasanya delapan buah berarti orang tersebut sudah plor atau penuh atau sudah puas merantau," ujarnya.

Sementara motif kelingai melambangkan binatang yang ada di lubang tanah memberikan arti hidup kita tidak terlepas dari alam atau bumi. Motif kelingai biasanya diletakan di paha atau betis.

Demikian motif ketam juga memberikan arti hidup selalu menyentuh dengan alam. Meski begitu, ketam biasanya diletakan pada tubuh bagian punggung atau lebih tepatnya pada belakang punggung.

Sedangkan motif buah andu dan bunga ngkabang atau bunga tengkawang yang melambangkan sumber kehidupan. Buah tengkawang merupakan bunga yang paling banyak di kampung masyarakat Iban dan ditatokan di atas perut.

Motif buah andu pada umumnya diukirkan di belakang paha, yang memberi arti, ketika merantau kita selalu berjalan jauh dan buah andu sebagai makanan untuk menyambung hidup, pungkasnya.

Adapun gambar tato dari suku dayak kalimantan dengan arti dan makanya
  1. Telingkai Puntul biasanya dilukis di bagian kiri/kanan sebelah badan bagian bawah tempat yang ditutup cawat (lenderstreek) artinya bahwa kelamin pria dipasang alat (penistift) sebagai perangsang dalam hubungan sex.
  2. Tapak Bekang Jari biasanya dilukis di belakang telapak jari tangan sebagai tanda sudah mendapat tapat ridderorder van koppensnellers. Bila sebelah kiri berarti sudah mendapat dua kepala, dan bila kanan kiri, berarti sudah mendapat tujuh kepala.
  3. Telingai Besai tanda banyak berjalan jauh (pengembara) atau nemuai.
  4. Kelatan biasanya leher dihalkum tato ini hanya untuk hiasan atau merupakan mainan kaum wanita.
  5. Bunga Terung di pundak kiri dan kanan di bagian belakang, sebagai tanda banyak berjalan jauh (pengembara) dan sama dengan Telingai puntul,bila terdapat dibagian belakang.
  6. Tali Sabit di pergelangan tangan tato ini hanya sebagai hiasan saja.
  7. Tali Gasing di pergelangan tangan tato ini hanya sebagai hiasan saja.
  8. Tebulun di belakang tapak jari tangan di bagian ibu jari tanda suka menolong atau membantu dalam mengayau. Kalau wanita pandai bertenun atau rajin.
Dari paparan diatas betapa besar arti makna yang terkandung dari gambar tato suku dayak kalimantan yang terlukis pada tubuhnya.

Masyarakat Dayak (Keindahan Budaya Kalimantan)

Sebuah aspek kunci masyarakat Dayak terdapat dalam pola-pola tempat tinggal mereka yang khas. Yaitu berupa bangunan rumah-rumah panjang (lamin) yang merupakan sebuah indikasi cara hidup Suku Dayak, lokasi rumah panjang (lamin) terdapat di sepanjang bantaran sungai, dimana sungai merupakan penghubung transportasi yang utama. Rumah panjang (lamin) mulai dipandang sebagai kunci untuk memahami aspek-aspek penting dalam masyarakat Dayak melalui studi arsitekturnya, hubungan-hubungan kekerabatannya dan hubungan-hubungan sosialnya.
Rumah panjang (lamin) juga merupakan tempat penting bagi aktivitas keagamaan. Pada Suku Kenyah rumah panjang merupakan kelompok kekerabatan dan unit upacara keagamaan yang umum, misalnya upacara mamat diadakan dari, untuk dan oleh komunitas rumah panjang (lamin). menggambarkan sebuah rumah panjang suku dayak yang berhiaskan sejumlah tengkorak kepala di berandanya, setiap bagian di rumah panjang (lamin) suku Dayak memiliki arti penting dalam hubungannya dengan sistem-sistem kepercayaan, sebelum mereka menanjaki pintu masuk mereka harus mengikuti sejumlah kebiasaan tertentu dan mempercayai banyak ramalan dan petanda.
Suku Dayak diperkirakan mulai datang ke pulau Kalimantan pada tahun 3000-1500 sebelum Masehi. Mereka adalah kelompok-kelompok yang bermigrasi dari daerah Yunnan, Cina Selatan. Kelompok ini disebut Proto-Melayu. Dari daratan Asia kelompok-kelompok kecil tersebut mengembara melalui Indocina ke Semenanjung Malaya, berlanjut ke pulau-pulau di Indonesia, termasuk Kalimantan. Beberapa kelompok lain diperkirakan ada yang melalui Hainan, Taiwan dan Filipina. Beberapa kelompok, terutama yang kemudian menetap di bagian selatan Kalimantan, kemungkinan besar untuk beberapa waktu singgah di Sumatera dan Jawa
Dayak memiliki sekitar 450 sub suku yang tersebar di seluruh Kalimantan (Ukur, 1992). Terdapat banyak versi tentang kelompok-kelompok suku tersebut. Riwut (1958) menyatakan bahwa orang dayak terdiri dari dua belas suku, dan setiap sukunya terdiri dari tujuh sub suku. Kenedy (1974) membagi dayak menjadi enam kelompok : Kenyah-Kayan-Bahau, Ngaju, Dayak Darat, Kelemetan-Murut, Iban dan Punan. Lahajir et al (1993) yakin pada mulanya semua sub suku tersebut adalah bagian dari kelompok yang sama, tetapi karena proses geografi dan demografi yang berlangsung selama lebih dari seribu tahun, kelompok ini menjadi terpecah-pecah.
Dewasa ini suku bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, yakni Kenyah-Kayan-Bahau, Ot Danum, Iban, Murut, Klemantan dan Punan. Keenam rumpun itu terbagi lagi dalam kurang lebih 405 sub suku. Meskipun terbagi dalam ratusan sub suku, kelompok suku Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas. Ciri-ciri tersebut menjadi faktor penentu apakah suatu sub suku di Kalimantan dapat dimasukkan ke dalam kelompok Dayak. Ciri-ciri tersebut adalah rumah panjang (lamin), hasil budaya material seperti tembikar, mandau, sumpit, beliong (kampak Dayak); pandangan terhadap alam, mata pencaharian (sistem perladangan), dan seni tari.
Masyarakat suku Dayak Kenyah pada umumnya bertempat tinggal pada rumah-rumah panjang yang sering disebut lamin. Bentuk rumah adat Lamin dari tiap suku Dayak umumnya tidak jauh berbeda. Dengan bentuk dasar bangunan berupa empat persegi panjang. Panjang Lamin ada yang mencapai 200 meter dengan lebar antara 20 hingga 25 meter. Di halaman sekitar Lamin terdapat patung-patung kayu berukuran besar yang merupakan patung persembahan nenek moyang (blang). Lamin berbentuk rumah panggung (memiliki kolong) dengan menggunakan atap bentuk pelana. Tinggi kolong ada yang mencapai 4 meter. Untuk naik ke atas Lamin, digunakan tangga yang terbuat dari batang pohon yang ditakik-takik membentuk undakan dan tangga ini bisa dipindah-pindah atau dinaik-turunkan. Kesemua ini adalah sebagai upaya untuk mengantisipasi ancaman serangan musuh ataupun binatang buas.
Pada awalnya, Lamin dihuni oleh banyak keluarga yang mendiami bilik-bilik didalam Lamin, Bagian depan Lamin merupakan sebuah serambi panjang yang berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan upacara perkawinan, melahirkan, kematian, pesta panen, dll. Di belakang serambi inilah terdapat deretan bilik-bilik besar. Setiap kamar dihuni oleh 5 kepala keluarga. Anak laki-laki yang lebih tua dan para bujangan tidur di ruang-ruang cadangan beranda, sedangkan anak-anak gadis yang tidak menikah serta budak-budak perempuan tidur di ruang keluarga masing-masing. Lumbung-lumbung beras yang letaknya terpisah yang dibangun di atas tiang-tiang pancang berada di dekat rumah. Pintu-pintu rumah dari ‘kelompok pemilik rumah’ yaitu kepala suu dan kerabat-kerabat terdekatnya berada di bagian tengah bangunan dan merupakan titik pusat aktivitas sosial dan keagamaan.
Lamin kediaman bangsawan dan kepala adat biasanya penuh dengan hiasan-hiasan atau ukiran-ukiran yang indah mulai dari tiang, dinding hingga puncak atap. Ornamen pada puncak atap ada yang mencuat hingga 3 atau 4 meter. Dinding Lamin milik bangsawan atau kepala adat terbuat dari papan, sedangkan Lamin milik masyarakat biasa hanya terbuat dari kulit kayu.
Selain itu membangun rumah panjang (lamin) lebih ekonomis karena hanya membutuhkan lebih sedikit kayu yang digergaji di hutan. Disamping itu apabila terjadi perselisihan, tinggal di rumah panjang (lamin) memungkinkan orang untuk mendapatkan penengah karena beberapa tetua dan pihak yang bersengketa akan menyelesaikan konfik-konflik tersebut bersama-sama secara kekeluargaan.
Rumah panjang (lamin) suku Kenyah dilukiskan sebagai rumah dengan gaya yang sedikit berbeda karena hanya memiliki satu beranda tertutup. Meskipun hanya sedikit rumah panjang (lamin) yang berukuran besar, yang terdiri atas enam puluh lima bagian, umumnya rumah panjang (lamin) Kenyah memiliki sepuluh hingga lima belas lamin yang masing-masing mempunyai sebuah pintu yang terhubung ke beranda. Strukturnya secara keseluruhan berada sekitar empat hingga enam kaki di atas tanah, tetapi dahulu bahkan lebih tinggi lagi, demi melindungi para penghuninya dari serangan para pemburu kepala. Beranda suku Kenyah merupakan tempat umum di mana orang bekerja atau menyelenggarakan pertemuan-pertemuan resmi. Rata-rata rumah panjang (lamin) suku dayak dibangun sekitar sepuluh kaki di atas tanah atau bahkan lebih tinggi lagi dan bagian bawahnya (kolong) dimanfaatkan untuk beternak ayam dan babi.

Budaya Unik yang ada di Indonesia

1. Ritual Tiwah

ritual tiwah

Budaya unik yang pertama disebut Ritual Tiwah, sejenis upacara mengantarkan tulang belulang orang yang sudah meninggal ke tempat peristirahatan terakhirnya yaitu sandung, dengan harapan orang yang ditiwahkan mencapai syurga. Ritual ini dilakukan oleh suku Dayak Kalimantan Tengah, khususnya yang menganut kepercayaan Kaharingan atau Hindu Kaharingan.
Tradisinya, orang yang meninggal dikuburkan sementara sampai tiwah diselenggarakan, barulah mayat tersebut dibongkar kembali dan dibakar hingga benar-benar hanya sisa tulang belulang saja. Acara lain pun diadakan ditengah ritual tiwah seperti acara menari, nyanyian khas suku dayak, sembelih hewan kurban hingga memasang lagu, tidak jarang lagu dangdut didengar guna menghilangkan rasa kantuk. Bagi masyarakat dayak, ritual tiwah dianggap ritual sakral namun seiring dengan waktu tradisi tiwah mengalami pergeseran zaman, dikarenakan keluarga korban tidak mampu mengadakan ritual tiwah, faktor lainnya diperkirakan sebagian besar suku dayak berpindah agama.

2. Kebo-Keboan

kebo-keboan

Budaya unik berikutnya akan kamu temui di daerah Banyuwangi khususnya Desa Alasmalang dan Aliyan. Ritual ini diperkirakan sudah ada sejak abad ke-18, dan biasanya diselenggarakan pada tanggal 1-10 bulan syura. Tujuannya untuk meminta hujan turun ditengah musim kemarau.
Upacara ini biasanya diadakan pada hari minggu. Sesuai namanya, ritual ini biasanya mendandani orang menjadi seekor kebo. Mayoritas yang ikut serta pasti laki-laki, tapi bukan berarti wanita hanya duduk diam, biasanya para wanita memiliki tugas untuk mempersiapkan makanan dan sesajennya berupa tumpeng, peras, air kendi, kinang, ingkung ayam, aneka jenang, bungkil, cangkul, pisang, beras, pitung tawar, kepala, dan bibit tanaman padi. Hal ini dipercaya untuk menyelamatkan beberapa ruas jalan di dusun krajan.
Diiringi dengan musik tradisional, kebo-keboan itu mulai membajak sawah berlaga seperti kerbau asli, dan bisa saja menyeruduk para penonton, tidak jarang kebo-keboan ini kesurupan dan menjadi liar. Hati-hati ya nontonnya jangan dekat-dekat.

3. Mapasilaga Tedong

Mapasilaga Tedong

Indonesia ga kalah gaulnya ma Negara Spanyol ya, bedanya di Spanyol menggunakan Matador. Lain halnya dengan di Indonesia, budaya yang dikenal dengan sebutan Mapasilaga Tedong adalah budaya adu banteng. Adu sesama banteng ya bukan manusia. Tradisi ini dibawa secara turun temurun yang dilakukan di Tana Toraja. Tradisi ini diadakan hanya untuk menghormati para leluhur saja, kerbau yang diadu pun tidak sembarangan, masyarakat tersebut membeli kerbau albino untuk bertempur. Cukup mahal lho untuk kerbau jenis ini.
Uniknya, sebelum bertempur biasanya kerbau-kerbau ini akan diberi arak oleh tim pengusung gong. Aturan mainannya, kerbau yang lari meninggalkan lapangan atau yang sering jatuh akan dianggap kalah. Setelah itu, memasuki prosesi pemotongan kepala kerbau yang hanya mengayunkan satu tebasan saja. Lebih cocok bagi para Samurai ya.

4. Pasola

Pasola

Pasola artinya lembing kayu yang digunakan untuk melempar, “pa” dari pasola adalah kalimat imbuhan. Pasola berarti melemparkan lembing kayu sambil memacu seekor kuda. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Sumba, NTT. biasanya diadakan sekali setiap tahun tepatnya di bulan Februari.
Pasola seperti sebuah permainan perang-perangan, silsilahnya sebagai wujud kesedihan seseorang yang telah kehilangan istrinya.
Prosesi upacara diawali dengan adat nyale, berupa syukuran dengan datangnya musim panen dan kedatangan banyak cacing dipinggir pantai. Cacingnya pun dijadikan sebuah pertanda, bila cacing itu gemuk warna-warni maka akan mendapat kebaikan, dan sebaliknya maka akan dapat malapetaka. Dengan datangnya cacing-cacing tersebut, proses pasola akan dimulai. Beberapa orang bak ksatria akan turut berpartisipasi memeriahkan tradisi ini bersama kuda-kudanya, tombak yang digunakan berbentuk tumpul, walau begitu tidak jarang upacara ini memakan korban jiwa, namun dipercayai darah korban berkhasiat menyuburkan tanah. Kalau difikir-fikir, mirip tradisi Romawi yang diadakan di Colloseum ya.
Baca juga : 7 Keajaiban Dunia yang Bikin Kamu Terkesima

5. Dugderan

Dugderan

Dugderan adalah tradisi budaya khas Semarang yang telah diadakan sejak tahun 1881, dimana dugderan adalah salah satu cara mencurahkan rasa rindu mereka pada bulan Ramadhan atau bulan seribu berkah. Biasanya tradisi ini diselenggarakan 1-2 minggu sebelum bulan Ramadhan. Tradisi ini biasanya diawali dengan adanya pasar rakyat. Maka akan dilanjut dengan acara dugderan yang diawali oleh acara karnaval yang terdiri dari pasukan Merah-Putih, barisan para pelajar, barisan putri bunga, aneka mobil khias, pasukan berkuda, kerta kencana, Drump Band, sampai replika hewan atau kesenian khas Semarang.

6. Tabuik

Tabuik

Budaya unik yang satu ini diselenggarakan oleh masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat. Bertujuan untuk memperingati Asyura, gugurnya Imam Husain seorang cucu dari Nabi Muhammad SAW. Biasa kita kenang di tanggal 10 Muharram pada kalender tahunan. Kata Tabuik diambil dari bahasa Arab dengan kata “tabut” artinya peti kayu. Berdasarkan legenda, terjadi kemunculan mahkluk berwujud kuda seperti vegasus namun kepalanya berbentuk kepala manusia. Ritual ini sudah ada sejak tahun 1826 – 1828, namun masih bernuansa adat India, dan pada tahun 1910 terjadi kesepakatan untuk mencampur adat Tabuik dengan adat istiadat Minangkabau sampai akhirnya seperti sekarang.
Festival ini dianggap membawa berkah, dibuatnya tabuik raksasa dimana bagian-bagian dari patung tersebut memiliki arti. Bagian bawah tabuik dianggap perwujudan urak, burak dan peti melambangkan burak yang menjemput jenazah Hussein bin Ali, hingga tabuhan gendang pun disimbolikan untuk mengenang peristiwa yang menyebabkan Hussein bin Ali tewas.

7. Makepung

Makepung
Makepung mengandung arti Balapan Kerbau, tradisi ini dilakukan masyarat Bali hanya untuk hiburan saja, menurut masyarakat Bali binatang kerbau adalah binatang yang suci. Awalnya tradisi ini dilakukan hanya untuk membajak sawah saja. Namun seiring dengan waktu, tradisi ini banyak diminati bahkan menjadi salah satu tradisi yang banyak menarik wisatawan asing, hingga dianggap tradisi tahunan di Bali.
Tradisi ini dimulai pada tahun 1970-an, namun telah mengalami perubahan dari segi aturan dan kelengkapannya juga, misal jika dulu kerbaunya menggunakan satu, sekarang bisa menggunakan 3 kerbau, dulu jokinya berbadan besar, sekarang harus lebih kecil. Tidak sering kerbau-kerbau yang akan dilombakan dikhias menjadi lebih cantik dan enak dipandang. Aturan mainnya, panjang arena racenya berukuran 1-2 km, pemenangpun tidak melihat yang pertama ke garis finish, melainkan joki yang dapat mengayunkan arahnya lurus dan tegap (tidak sempoyongan). Aturan yg lainnya pun, bila orang pertama dan kedua yang mencapai garis finis kurang dari 10 meter, dianggap orang kedua yang menjadi pemenang. Aneh memang, tapi memang tradisinya seperti itu.

8. Debus

debus
Nah, siapa yang tidak tau atraksi debus? Debus merupakan salah satu seni bela diri berasal dari Banten, aksi bela diri ini dipercaya sudah ada sejak abad ke 16, namun pada saat itu Debus adalah sebuah kesenian dari hasil kombinasi suara dan seni tari. Atraksi ini mulai berkembang pada abad ke-18. Acara permainannya pun sangat beragam, mulai menusuk perut dengan benda tajam, mengiris badan dengan pisau, menusuk lidah, membakar diri dengan api, dan lain-lain. Debus identik dengan ilmu kekebalan, tidak aneh, bila seni bela diri ini bikin jantung berdekup kencang, bukan karena faktor grogi namun atraksi yang dipertontonkan sangat-sangat menyeramkan. Bila kamu ingin belajar debus, fikir panjang dulu deh. Pasalnya, jika kamu ingin belajar seni bela diri ini, jika lengah sedikit kamu harus mempertaruhkan nyawa. Acungkan jempol yu untuk orang-orang yang menjaga tradisi debus.

9. Karapan Sapi

Karapan Sapi

Karapan Sapi adalah budaya yang telah menjadi tradisi untuk menaikan status sosial seseorang. Terlebih kota Madura memiliki tanah yang kering membuat masyarakat berpindah profesi dari pertani menjadi seorang nelayan. Ngomong-ngomong tentang profesi nelayan, masyarakat Madura memanfaatkan penghasilan dari air laut hingga dapat memproduksi garam berkualitas, membuat kota Madura dikenal dengan penghasilan garam terbesar di Indonesia.
Kembali kepada budaya masyarakat Madura, hampir mirip dengan Makepung, bedanya trek racenya hanya 100 meter, aturan mainnya pun tidak seperti Makepung. Disini siapa yang cepat di garis final, itulah yang menang. Kamu bisa liat pertunjukan ini setiap bulan Agustus atau september setiap tahunnya di Kota Karesidenan.

10. Kasada

Kasada
Kasada adalah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Bromo, yang berlangsung di hari ke- 14 pada bulan Kasada. Upacara ini berbentuk penyembahan sesajen kepada Sang Hyang Widhi sebagai bentuk syukur untuk kesehatan dan hasil panen yang melimpah.
Sejarahnya, konon katanya ada pasangan yang tidak dikarunia anak, hingga suatu saat mereka semedi atau meditasi dan bertapa pada Sang Hyang Widhi, seketika itu terdengar suara gaib mengatakan akan mengabulkan permintaan mereka dengan syarat anak bungsu harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo.
Namun apa mau dikata, setelah pasangan tersebut dikaruniai 25 anak. Naruni orang tua, tidak tega mengorbankan anak-anaknya walaupun hanya anak bungsu. Kemudian Sang Hyang Widhi murka sampai akhirnya malampetaka datang, ditengah kemurkaan Sang Hyang Widhi ada seruan dimana ia harus memberikan sesajen hari ke-14 untuk Sang Hyang Widhi di kawah Gunung Bromo.

FAUNA DAN FLORA INDONESIA



Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan kekayaan fauna dan flora dan merupakan yang terlengkap didunia.
Pada halaman akan membahas sebagian fauna dan flora  kebanggaan Indonesia
1. FAUNA INDONESIA
Wilayah Indonesia memiliki kekayaan fauna yang sangat beragam. Keragaman fauna ini karena berbagai hal :
  1. Terletak di daerah tropis, sehingga mempunyai hutan hujan tropis (trophical rain forest) yang kaya akan tumbuhan dan hewan hutan tropis.
  2. Terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia
  3. Merupakan negara kepulauan, hal ini menyebabkan setiap pulau memungkinkan tumbuh dan dan menyebarnya hewan dan tumbuhan khas tertentu sesuai dengan kondisi alamnya.
  4. Indonesia terletak di dua kawasan persebaran fauna dunia, yaitu Australis dan Oriental.
Karena berbagai kondisi tersebut maka wilayah Indonesia kaya akan keanekaragaman fauna. Berbagai jenis fauna yang meliputi :
  1. Mamalia (lebih dari 500 jenis)
  2. Kupu-kupu (lebih dari 100 jenis)
  3. Reptil (lebih dari 600 jenis)
  4. Burung (lebih dari 1.500 jenis)
  5. Amfibi (lebih dari 250 jenis)
Persebaran fauna dikelompokkan dalam 3 wilayah geografis yaitu fauna Indonesia Barat, fauna Indonesia Tengah dan fauna Indonesia Timur.
Fauna yang terdapat di wilayah Indonesia Barat bertipe Asiatis, di wilayah Indonesia Tengah merupakan fauna khas/fauna asli Indonesia sedangkan wilayah fauna Indonesia Timur bertipe Australis.
Berikut ini adalah beberapa fauna Indonesia
1.1  KOMODO

Komodo, atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis, adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.
Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup.
Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka populer di kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.
1.2 ORANG UTAN

Orang utan (atau orang hutan, nama lainnya adalah mawas) adalah sejenis kera besar dengan lengan panjang dan berbulu kemerahan atau cokelat, yang
Orangutan ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara, yaitu di pulau Borneo dan Sumatra di wilayah bagian negara Indonesia . Mereka biasa tinggal di pepohonan lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan. Orangutan dapat hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dipterokarpus perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan. Di Borneo, orangutan dapat ditemukan pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut , sedangkan kerabatnya di Sumatra dilaporkan dapat mencapai hutan pegunungan pada 1.000 m dpl. hidup di hutan tropika Indonesia, khususnya di Pulau Kalimantan dan Sumatra.
1.3 HARIMAU SUMATERA

Harimau Sumatra atau dalam bahasa latin disebut Panthera tigris sumatrae merupakan satu dari lima subspisies harimau (Panthera tigris) di dunia yang masih bertahan hidup. Harimau Sumatera termasuk satwa langka yang juga merupakan satu-satunya sub-spisies harimau yang masih dipunyai Indonesia setelah dua saudaranya Harimau Bali (Panthera tigris balica) dan Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah.
Hewan dari filum Chordata ini hanya dapat diketemukan di Pulau Sumatera, Indonesia. Populasinya di alam liar diperkirakan tinggal 400–500 ekor. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) semakin langka dan dikategorikan sebagai satwa yang terancam punah.
Harimau dipercaya merupakan keturunan hewan pemangsa zaman purba yang dikenal sebagai Miacids. Miacids hidup pada akhir zaman Cretaceous kira-kira 70-65 juta tahun yang lalu semasa zaman dinosaurus di Asia Barat (Andrew Kitchener, “The Natural History of Wild Cats”).  Harimau kemudian berkembang di kawasan timur Asia di China dan Siberia sebelum berpecah dua, salah satunya bergerak ke arah hutan Asia Tengah di barat dan barat daya menjadi harimau Caspian. Sebagian lagi bergerak dari Asia Tengah ke arah kawasan pergunungan barat, dan seterusnya ke Asia tenggara dan kepulauan Indonesia,  sebagiannya lagi terus bergerak ke barat hingga ke India (Hemmer,1987).
Harimau Sumatera dipercaya terasing ketika permukaan air laut meningkat pada 6.000 hingga 12.000 tahun silam. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies ini mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan subspisies harimau lainnya dan sangat mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.
1.4 BADAK  JAWA
Badak Jawa atau Badak bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah anggota famili Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini masuk ke genus yang sama dengan badak India dan memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju baja. Badak ini memiliki panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak ini lebih kecil daripada badak India dan lebih dekat dalam besar tubuh dengan badak Hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih kecil daripada cula spesies badak lainnya.
Badak ini pernah menjadi salah satu badak di Asia yang paling banyak menyebar. Meski disebut “Badak Jawa”, binatang ini tidak terbatas hidup di pulau Jawa saja, tapi di seluruh Nusantara, sepanjang Asia Tenggara dan di India serta Tiongkok. Spesies ini kini statusnya sangat kritis, dengan hanya sedikit populasi yang ditemukan di alam bebas, dan tidak ada di kebun binatang. Badak ini kemungkinan adalah mamalia terlangka di bumi. Populasi 40-50 badak hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia. Populasi badak Jawa di alam bebas lainnya berada di Taman Nasional CaTien, Vietnam dengan perkiraan populasi tidak lebih dari delapan pada tahun 2007. Berkurangnya populasi badak Jawa diakibatkan oleh perburuan untuk diambil culanya, yang sangat berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga sebesar $30.000 per kilogram di pasar gelap. Berkurangnya populasi badak ini juga disebabkan oleh kehilangan habitat, yang terutama diakibatkan oleh perang, seperti perang Vietnam di Asia Tenggara juga menyebabkan berkurangnya populasi badak Jawa dan menghalangi pemulihan.Tempat yang tersisa hanya berada di dua daerah yang dilindungi, tetapi badak Jawa masih berada pada resiko diburu, peka terhadap penyakit dan menciutnya keragaman genetik menyebabkannya terganggu dalam berkembangbiak. WWF Indonesia mengusahakan untuk mengembangkan kedua bagi badak Jawa karena jika terjadi serangan penyakit atau bencana alam seperti tsunami, letusan gunung berapi Krakatau dan gempa bumi, populasi badak jawa akan langsung punah. Selain itu, karena invasi langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng untuk ruang dan sumber, maka populasinya semakin terdesak. Kawasan yang diidentifikasikan aman dan relatif dekat adalah Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat yang pernah menjadi habitat badak Jawa.
Badak Jawa dapat hidup selama 30-45 tahun di alam bebas. Badak ini hidup di hutan hujan dataran rendah, padang rumput basah dan daerah daratan banjir besar. Badak Jawa kebanyakan bersifat tenang, kecuali untuk masa kenal-mengenal dan membesarkan anak, walaupun suatu kelompok terkadang dapat berkumpul di dekat kubangan dan tempat mendapatkan mineral. Badak dewasa tidak memiliki hewan pemangsa sebagai musuh. Badak Jawa biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa diganggu. Peneliti dan pelindung alam jarang meneliti binatang itu secara langsung karena kelangkaan mereka dan adanya bahaya mengganggu sebuah spesies terancam. Peneliti menggunakan kamera dan sampel kotoran untuk mengukur kesehatan dan tingkah laku mereka. Badak Jawa lebih sedikit dipelajari daripada spesies badak lainnya.
1.5 BADAK SUMATERA

Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) merupakan salah satu spesies badak yang dipunyai Indonesia selain badak jawa (Rhinocerus sondaicus). Badak sumatera (Sumatran rhino) juga merupakan spesies badak terkecil di dunia merupakan satu dari 5 spesies badak yang masih mampu bertahan dari kepunahan selain badak jawa,  badak india, badak hitam afrika, dan badak putih afrika.
Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) seperti saudara dekatnya, badak jawa, semakin langka dan terancam kepunahan. Diperkirakan populasi badak bercula dua ini tidak mencapai 200 ekor. Wajar jika IUCN Redlist kemudian memasukkan badak sumatera  (Sumatran rhino) dalam daftar status konservasi critically endangered (kritis; CE).
Badak sumatera dalam bahasa Inggris disebut sebagai Sumatran rhino. Sering kali juga disebut sebagai hairy rhino lantaran memiliki rambut terbanyak ketimbang jenis badak lainnya. Badak Sumatera dalam bahasa latin disebur sebagai Dicerorhinus sumatrensis.
Ciri-ciri dan Habitat Badak Sumatera. Badak sumatera memiliki dua cula dengan panjang cula depan berkisar antara 25-80 cm dan cula belakang lebih pendek sekitar 10 cm. Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) mempunyai panjang tubuh antara 2-3 meter dengan berat antara 600-950 kg. Tinggi satwa langka ini berkisar antara 120-135 cm.
Habitat badak sumatera meliputi hutan rawa dataran rendah hingga hutan perbukitan meskipun umumnya binatang langka ini menyukai hutan bervegetasi lebat. Satwa langka bercula dua ini lebih sering terlihat di hutan-hutan sekunder dataran rendah yang memiliki air, tempat berteduh, dan sumber makanan yang tumbuh rendah. Makanan utama badak sumatera meliputi buah (terutama mangga liar dan fikus), dedaunan, ranting-ranting kecil, dan kulit kayu.
Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) merupakan satwa penjelajah yang hidup dalam kelompok-kelompok kecil meskipun umumnya hidup secara soliter (menyendiri).Pada cuaca yang cerah sering turun ke daerah dataran rendah, untuk mencari tempat yang kering. Pada cuaca panas ditemukan berada di hutan-hutan di atas bukit dekat air terjun.
1.6 GAJAH SUMATERA

Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus) adalah yang paling kecil dari ketiga subspesies dari Gajah Asia, dan merupakan endemic untuk Pulau Sumatra. Sebelum terjadi perusakan besar-besaran pada habitatnya, gajah secara luas tersebar di seluruh Sumatra pada ekosistem yang beragam, Gajah Sumatra ditemukan sampai hutan primer pada ketinggian di atas 1,750 m di Gunung Kerinci Barat Sumatra (Freywyssling, 1933 dalam Satiapillai. 2007).
Habitat yang paling disukai adalah hutan dataran rendah, dari berbagai ekosistem di daerah jelajahnya. Di masa lalu, ketika habitatnya belum rusak, gajah mengadakan migrasi luas. Pergerakan ini pada umumnya mengikuti aliran sungai. Gajah berpindah dari daerah gunung ke dataran rendah pantai selama musim kering dan naik ke bukit satu kali ketika hujan datang (Van Heurn, 1929; Pieters, 1938 dalam Satiapillai. 2007).
Gajah sumatera mempunyai ciri badan lebih gemuk dan lebar. Pada ujung belalai memiliki satu bibir. Berbeda dengan Gajah Afrika, Gajah Sumatera memiliki 5 kuku pada kaki depan dan 4 kuku di kaki belakang. Berat gajah sumatera dewasa mencapai 3.500-5000 kilogram, lebih kecil dari Gajah Afrika.
Gajah Sumatera dewasa dalam sehari membutuhkan makanan hingga 150 kilogram dan 180 liter air. Dari jumlah itu, hanya sekitar 40% saja yang mampu diserap oleh pencernaannya. Untuk memenuhi nafsu makan ini Gajah Sumatera melakukan perjalanan hingga 20 km perharinya. Dengan kondisi hutan yang semakin berkurang akibat pembalakan liar dan kebakaran hutan, tidak heran jika nafsu makan dan daya jelajah bintang berbelalai ini sering terjadi konflik dengan manusia.
Sebagaimana spesies gajah asia lainnya, Gajah Sumatera tidur sambil berdiri. Selama tidur, telinganya selalu dikipas-kipaskan. Ia mampu mendeteksi keberadaan sumber air dalam radius 5 kilometer. Gajah Sumatera, mengalami masa kawin pada usia 10-12 tahun. Dan akan melahirkan anak 4 tahun sekali dengan masa mengandung hingga 22 bulan.
1.6 LUTUNG JAWA
Lutung Jawa atau dalam bahasa latin disebut dengan  Trachypithecus auratus merupakan salah satu jenis lutung asli (endemik) Indonesia. Sebagaimana spesies lutung lainnya, lutung jawa yang bisa disebut juga lutung budeng mempunyai ukuran tubuh yang kecil, sekitar 55 cm, dengan ekor yang panjangnya mencapai 80 cm.
Lutung jawa atau lutung budeng terdiri atas dua subspesies yaitu Trachypithecus auratus auratus dan Trachypithecus auratus mauritius. Subspesies Trachypithecus auratus auratus (Spangled Langur Ebony) bisa didapati di Jawa Timur, Bali, Lombok, Palau Sempu dan Nusa Barung. Sedangkan subspesies yang kedua, Trachypithecus auratus mauritius (Jawa Barat Ebony Langur) dijumpai terbatas di Jawa Barat dan Banten.
1.7 ANOA

Anoa adalah satwa endemik pulau Sulawesi, Indonesia. Anoa juga menjadi fauna identitas provinsi Sulawesi Tenggara. Satwa langka dan dilindungi ini terdiri atas dua spesies (jenis) yaitu: anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis). Kedua satwa ini tinggal dalam hutan yang jarang dijamah manusia. Kedua spesies anoa tersebut hanya dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup. Anoa sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan dagingnya.
Baik Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) maupun Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) sejak tahun 1986 oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam binatang dengan status konservasi “Terancam Punah” (Endangered; EN) atau tiga tingkat di bawah status “Punah”.
Secara umum, anoa mempunyai warna kulit mirip kerbau, tanduknya lurus ke belakang serta meruncing dan agak memipih. Hidupnya berpindah-pindah tempat dan apabila menjumpai musuhnya anoa akan mempertahankan diri dengan mencebur ke rawa-rawa atau apabila terpaksa akan melawan dengan menggunakan tanduknya.
1.8 BEKANTAN

Bekantan atau dalam nama ilmiahnya Nasalis larvatus adalah sejenis kera berhidung panjang dengan rambut berwarna coklat kemerahan dan merupakan satu dari dua spesies dalam genus tunggal kera Nasalis.
Ciri-ciri utama yang membedakan bekantan dari kera lainnya adalah hidung. Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan olehseleksi alam . Kera betina lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya.  panjang dan besar yang hanya ditemukan di spesies jantan
Bekantan jantan berukuran lebih besar dari betina. Ukurannya dapat mencapai 75cm dengan berat mencapai 24kg. Kera betina berukuran 60cm dengan berat 12kg. Spesies ini juga memiliki perut yang besar, sebagai hasil dari kebiasaan mengkonsumsi makanannya. Selain buah-buahan dan biji-bijian, bekantan memakan aneka daun-daunan, yang menghasilkan banyak gas pada waktu dicerna. Ini mengakibatkan efek samping yang membuat perut bekantan jadi membuncit.
Bekantan tersebar dan endemik di hutan bakau, rawa danhutan pantai di pulauKalimantan. Spesies ini menghabiskan sebagian waktunya di atas pohon dan hidup dalam kelompok-kelompok yang berjumlah antara 10 sampai 32 kera. Bekantan juga dapat berenang dengan baik, kadang-kadang terlihat berenang dari satu pulau ke pulau lain.
Bekantan merupakan maskotfauna provinsi Kalimantan Selatan.
Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan dan penangkapan liar yang terus berlanjut, serta sangat terbatasnya daerah dan populasi habitatnya, bekantan dievaluasikan sebagai Terancam Punah di dalam IUCN Red List. Spesies ini didaftarkan dalam CITES Appendix I.
1.9 TARSIUS SULAWESI (TARSIUS SPECTRUM )

Tarsius tarsier (Binatang Hantu/Kera Hantu) adalah suatu jenis primata kecil, memiliki tubuh berwarna coklat kemerahan dengan warna kulit kelabu, bermata besar dengan telinga menghadap ke depan dan memiliki bentuk yang lebar.
Nama Tarsius diambil karena ciri fisik tubuh mereka yang istimewa, yaitu tulang tarsal yang memanjang, yang membentuk pergelangan kaki mereka sehingga mereka dapat melompat sejauh 3 meter (hampir 10 kaki) dari satu pohon ke pohon lainnya. Tarsius juga memiliki ekor panjang yang tidak berbulu, kecuali pada bagian ujungnya. Setiap tangan dan kaki hewan ini memiliki lima jari yang panjang. Jari-jari ini memiliki kuku, kecuali jari kedua dan ketiga yang memiliki cakar yang digunakan untuk grooming.
Yang paling istimewa dari Tarsius adalah matanya yang besar. Ukuran matanya lebih besar jika dibandingkan besar otaknya sendiri. Mata ini dapat digunakan untuk melihat dengan tajam dalam kegelapan tetapi sebaliknya, hewan ini hampir tidak bisa melihat pada siang hari. Kepala Tarsius dapat memutar hampir 180 derajat baik ke arah kanan maupun ke arah kiri, seperti burung hantu. Telinga mereka juga dapat digerakkan untuk mendeteksi keberadaan mangsa
Tarsius adalah makhluk nokturnal yang melakukan aktivitas pada malam hari dan tidur pada siang hari. Oleh sebab itu Tarsius berburu pada malam hari. Mangsa mereka yang paling utama adalah serangga seperti kecoa, jangkrik, dan terkadang reptil kecil, burung, dan kelelawar. Habitatnya adalah di hutan-hutan Sulawesi Utara hingga Sulawesi Selatan, juga di pulau-pulau sekitar Sulawesi seperti Suwu, Selayar, dan Peleng.  Di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan, Tarsius lebih dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan “balao cengke” atau “tikus jongkok” jika diartikan kedalam Bahasa Indonesia.
1.10 KANGGURU PAPUA
Kangguru, spisies yang mempunyai ciri khas kantung di perutnya (Marsupialia). Kanguru Papua ini memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan Kanguru Australia. Sayang Kanguru yang terdiri atas Kanguru tanah dan Kanguru pohon ini mulai langka sehingga termasuk satwa Indonesia yang di lindungi dari kepunahan.
Kangguru Papua terdiri atas dua genus yaitu dendrolagus (Kanguru Pohon) dan thylogale (Kanguru Tanah). Kanguru pohon sebagian besar masa hidupnya ada di pohon. Sekalipun begitu satwa tersebut juga sering turun ke tanah, misalnya bila sedang mencari air minum. Moncong kanguru pohon bentuknya lebih runcing jika dibandingkan dengan moncong kanguru darat. Ekornya agak panjang dan bulat, berbulu lebat dari pangkal sampai ekornya. Sedangkan pada kanguru darat kedua kaki depannya lebih pendek dari pada kaki belakangnya, Cakarnya pun lebih kecil. Moncongnya agak tumpul dan tidak berbulu. Ekornya makin meruncing ke ujung, bulunya tidak begitu lebat.
A. Kangguru Tanah (lau-lau atau paunaro):
– Thylogale brunii (Dusky Pademelon)
merupakan jenis kangguru terkecil yang ada di dunia. Beratnya antara 3-6 kilogram, tetapi ada juga yang 10 kilogram. Panjang tubuhnya sekitar 90 sentimeter dengan lebar sekitar 50 sentimeter. Satwa langka yang dilindungi ini adalah hewan endemik Papua, dan hanya terdapat di Papua di kawasan dataran rendah di hutan-hutan di wilayah Selatan Papua, dan Papua Niugini. Di Indonesia Thylogale brunii terdapat antara lain di Taman Nasional Wasur (Kabupaten Merauke) dan Taman Nasional Gunung Lorentz (Mimika).
– Thylogale stigmata (red-legged pademelon)
merupakan jenis yang hidup di daerah pantai selatan Papua. Thylogale stigmata mempunyai warna kulit tubuh lebih cerah yaitu kuning kecokelatan.
– Thylogale brownii (Brown’s pademelon)
Selain di Papua, binatang ini juga terdapat di Papua New Guinea.
B. Kangguru pohon (lau-lau):
– Dendrolagus pulcherrimus
(Kanguru Pohon Mantel Emas) merupakan sejenis kanguru pohon yang hanya ditemukan di hutan pegunungan pulau Irian. Spesies ini memiliki rambut-rambut halus pendek berwarna coklat muda. Leher, pipi dan kakinya berwarna kekuningan. Sisi bawah perut berwarna lebih pucat dengan dua garis keemasan dipunggungnya. Ekor panjang dan tidak prehensil dengan lingkaran-lingkaran terang.
Penampilan Kanguru-pohon Mantel-emas serupa dengan Kanguru pohon Hias. Perbedaannya adalah Kanguru-pohon Mantel-emas memiliki warna muka lebih terang atau merah-muda, pundak keemasan, telinga putih dan berukuran lebih kecil dari Kanguru-pohon Hias. Beberapa ahli menempatkan Kanguru-pohon Mantel-emas sebagai subspesies dari Kanguru-pohon Hias.
Kanguru-pohon Mantel-emas merupakan salah satu jenis kanguru-pohon yang paling terancam kepunahan diantara semua kanguru pohon. Spesies ini telah punah di sebagian besar daerah habitat aslinya
– Dendrolagus goodfellowi
(disebut Kanguru Pohon Goodfellow atau kanguru pohon hias atau Goodfellow’s Tree-kangaroo) merupakan jenis kanguru pohon yang paling sering ditemui. Kulit tubuhnya berwarna cokelat sawo matang dan banyak terdapat di hutan hujan di pulau Papua
Dendrolagus mbaiso (disebut sebagai Kanguru Pohon Mbaiso atau Dingiso) kanguru ini ditemukan di hutan montane yang tinggi dan subalpine semak belukar di Puncak Sudirman. Kanguru pohon ini mempunyai bulu hitam dengan kombinasi putih di bagian dadanya.
– Dengrolagus dorianus
atau disebut sebagai Kangguru Pohon Ndomea atau Doria’s Tree-kangaroo.
– Dendrolagus ursinus
(disebut Vogelkop Tree-kangaroo atau Kanguru Pohon Nemena) merupakan kanguru pohon yang paling awal terklasifikasikan. Mempunyai telinga panjang dan ekor panjang dan hitam. Dendrolagus inustus disebut juga sebagai Kanguru Pohon Wakera atau Grizzled Tree-kangaroo.
– Dendrolagus stellarum
disebut juga sebagai Seri’s Tree-kangaroo. Kanguru pohon ini terdapat di Tembagapura.
1.11 BURUNG MERAK HIJAU
Merak Hijau (Green Peafowl) yang dalam bahasa ilmiah disebut Pavu muticus adalah salah satu dari tiga spesies merak yang terdapat di dunia. Satwa yang terdapat di Cina, Vietnam dan Indonesia ini mempunyai bulu-bulu yang indah. Apalagi Merak Hijau jantan yang memiliki ekor panjang yang mampu mengembang bagai kipas.
Merak Hijau (Pavu muticus) mempunyai bulu yang indah yang berwarna hijau keemasan. Burung jantan dewasa berukuran sangat besar, dengan penutup ekor yang sangat panjang. Di atas kepalanya terdapat jambul tegak. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan. Bulu-bulunya kurang mengilap, berwarna hijau keabu-abuan dan tanpa dihiasi bulu penutup ekor. Mukanya memiliki aksen warna hitam di sekitar mata dan warna kuning cerah di sekitar kupingnya.
Pada musim berbiak, burung jantan memamerkan bulu ekornya di depan burung betina. Bulu-bulu penutup ekor dibuka membentuk kipas dengan bintik berbentuk mata. Burung betina menetaskan tiga sampai enam telur setelah mengeraminya pada tumpukan daun dan ranting di atas tanah selama satu bulan. Anaknya akan terus berdekatan dengan induknya hingga musim kawin berikutnya, walaupun sudah bisa terbang pada usia yang masih sangat muda.
Dalam urusan makan, burung Merak Hijau doyan aneka biji-bijian, pucuk rumput dan dedaunan, aneka serangga, serta berbagai jenis hewan kecil seperti laba-laba, cacing dan kadal kecil.
Populasi Merak Hijau tersebar di hutan terbuka dengan padang rumput di Republik Rakyat Cina, Vietnam, Myanmar dan Jawa, Indonesia. Sebelumnya Merak Hijau ditemukan juga di India, Bangladesh dan Malaysia, namun sekarang telah punah di sana. Meskipun berukuran besar, burung indah, langka, dan dilindungi ini bisa terbang.
Di Indonesia, Merak Hijau hanya terdapat di Pulau Jawa. Habitatnya mulai dari dataran rendah hingga tempat-tempat yang tinggi. Salah satunya yang masih bisa ditemui berada di Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. Selain itu diperkirakan juga masih terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon, dan Taman Nasional Meru Betiri.
Populasi Merak Hijau terus berkurang. Ini diakibatkan oleh rusaknya habitat dan perburuan liar. Burung langka yang indah ini diburu untuk diambil bulunya ataupun diperdagangkan sebagai bintang peliharaan. Untuk menghindari kepunahan burung langka ini dilindungi undang-undang. Di Pulau Jawa kini jumlah Merak Hijau (Pavu muticus) diperkirakan tidak lebih dari 800 ekor.
1.12 BURUNG CENDRAWASIH

Cendrawasih atau paradisoaeidae apoda, minor, cicinnurus regius, dan seleudicis melanoleuca merupakan burung khas dari Papua. Dari 43 spesies burung surga ini, 35 di antaranya bisa ditemukan di Papua.
Burung Cendrawasih yang dianggap sebagai burung surga.
Kekhasan burung ini terdapat pada bulu indahnya. Dan bulu indah ini hanya dimiliki oleh burung cendrawasih jantan saja.  Umumnya warna-warna bulu burung ini sangat cerah dengan kombinasi hitam, cokelat, kemerahan, oranye, kuning, putih, biru, hijau dan ungu.
Burung ini biasanya hidup di hutan yang lebat atau di dataran rendah. Ia memiliki kebiasaan bermain di pagi hari saat matahari mulai menampakkan cahaya di ufuk timur.
Cendrawasih jantan memakai bulu lehernya yang menawan untuk menarik lawan jenis. Tarian cendrawasih jantan amat memukau. Sambil bernyanyi di atas dahan, pejantan ini bergoyang-goyang ke berbagai arah. Kadang malah bergantung terbalik bertumpu pada dahan.
Oleh masyarakat di Papua, burung cendrawasih dipercaya sebagai titisan bidadari tak berkaki atau Apoda, burung yang cantik tetapi tak berkaki, karena mereka berjalan atau hanya bertengger di dahan pohon saja.
Burung Cendrawasih ini dulu populasinya cukup banyak di hutan Papua, tapi karena terus diburu, akhirnya populasi burung ini menurun tajam dan semakin sulit ditemui. Bukan hanya diburu, tetapi habitat berkembangbiaknya pun semakin sempit karena banyak penebangan hutan.
1.13 BURUNG JALAK BALI

Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) atau disebut juga Curik Bali adalah sejenis burung sedang dengan panjang lebih kurang 25 cm. Burung pengicau berwarna putih ini merupakan satwa endemik Indonesia yang hanya bisa ditemukan di Pulau Bali bagian barat. Burung ini juga merupakan satu-satunya satwa endemik Pulau Bali yang masih tersisa setelah Harimau Bali dinyatakan punah. Sejak tahun 1991, satwa yang masuk kategori “kritis” (Critically Endangered) dalam Redlist IUCN dan nyaris punah di habitat aslinya ini dinobatkan sebagai fauna identitas (maskot) provinsi Bali.
Jalak Bali ditemukan pertama kali oleh Dr. Baron Stressmann seorang ahli burung berkebangsaan Inggeris pada tanggal 24 Maret 1911. Nama ilmiah Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dinamakan sesuai dengan nama Walter Rothschild pakar hewan berkebangsaan Inggris yang pertama kali mendiskripsikan spesies pada tahun 1912.
Burung Jalak Bali ini mudah dikenali dengan ciri-ciri khusus, di antaranya memiliki bulu yang putih di seluruh tubuhnya kecuali pada ujung ekor dan sayapnya yang berwarna hitam. Jalak Bali memiliki pipi yang tidak ditumbuhi bulu, berwarna biru cerah dan kaki yang berwarna keabu-abuan. Antara burung jantan dan betina serupa.
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) merupakan satwa yang secara hidupan liar (di habitat aslinya) populasinya amat langka dan terancam kepunahan. Diperkirakan jumlah spesies ini yang masih mampu bertahan di alam bebas hanya sekitar belasan ekor saja.
Karena itu, Jalak Bali memperoleh perhatian cukup serius dari pemerintah Republik Indonesia, yaitu dengan ditetapkannya makhluk tersebut sebagai satwa liar yang dilindungi oleh undang-undang. Perlindungan hukum untuk menyelamatkan satwa tersebut ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Jalak Bali merupakan satwa yang dilarang diperdagangkan kecuali hasil penangkaran dari generasi ketiga (indukan bukan dari alam).Dalam konvensi perdagangan internasional bagi jasad liar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of  Wild Fauna and Flora) Jalak Bali terdaftar pada Apendix I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan. Sedang IUCN (International Union for Conservation of Natur and Natural Resources) memasukkan Jalak Bali dalam kategori “kritis” (Critically Endangered) yang merupakan status konservasi yang diberikan terhadap spesies yang memiliki risiko besar akan menjadi punah di alam liar atau akan sepenuhnya punah dalam waktu dekat.
Kepunahan Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di habitat aslinya disebabkan oleh deforestasi (penggundulan hutan) dan perdagangan liar. Bahkan pada tahun 1999, sebanyak 39 ekor Jalak Bali yang berada di pusat penangkaran di Taman Nasional Bali Barat, di rampok. Padahal penangkaran ini bertujuan untuk melepasliarkan satwa yang terancam kepunahan ini ke alam bebas.
Untuk menghindari kepunahan, telah didirikan pusat penangkaran yang salah satunya berada di Buleleng, Bali sejak 1995. Selain itu sebagian besar kebun binatang di seluruh dunia juga menjalankan program penangkaran Jalak Bali. Tetapi tetap muncul sebuah tanya di hati saya; mungkinkah beberapa tahun ke depan kita hanya akan menemui Jalak Bali, Sang Maskot Bali, di balik sangkar-sangkar kebun binatang.
1.14 BURUNG ENGGANG

Enggang (Allo, Ruai/Arue sebutan bagi orang dayak) adalah jenis burung yang ada di pulau Borneo. Burung enggang memiliki ukuran tubuh cukup besar, yaitu sekitar 100 cm. Ada sekitar 8 jenis burung enggang dengan warna tubuh perpaduan antara hitam dan putih, sedangkan warna paruhnya merupakan perpaduan warna kuning, jingga dan merah. Ciri khas dari burung ini adalah adanya cula paruh (casque) yang tumbuh di atas paruhnya. Burung yang makanannya buah ara ini mempunyai tingkah laku bersarang yang khusus.
Burung enggang mempunyai kebiasaan hidup berpasang-pasangan dan cara bertelurnya merupakan suatu daya tarik tersendiri.Pada awal masa bertelur burung jantan membuat lubang yang terletak tinggi pada batang pohon untuk tempat bersarang dan bertelurnya burung betina.kemudian burung jantan memberi makan burung betinanya melalui sebuah lubang kecil selama masa inkubasi, dan berlanjut sampai anak mereka tumbuh menjadi burung muda.
Mengapa burung Enggang ini di jadikan sebagai simbol oleh suku dayak? Burung ini menyimbolkan suku dayak layaknya burung Merpati menyimbolkan kesucian dan keabadian dalam keagamaan Kristiani. Karena itu pula, burung enggang ini dijadikan sebagai contoh kehidupan bagi orang dayak untuk bermasyarakat agar selalu mencintai dan mengasihi pasangan hidupnya dan mengasuh anak mereka hingga menjadi seorang dayak yang mandiri dan dewasa. Namun sekarang ini burung enggang merupakan burung langka yang sudah sangat sulit di temui di hutan borneo, ini dikarenakan pengerusakan hutan borneo yang terus-menerus terjadi, seperti penebangan hutan baik illegal logging maupun untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Nasib burung enggang ini sekarang sama seperti nasib suku Dayak di borneo yang semakin terpinggirkan di tanahnya sendiri. Sekarang burung ini hanya sebagai simbol dan hanya dapat dilihat dalam suatu rekaman gambar yang menunjukkan masa kejayaannya dimasa lampau.
Burung ini hanya dapat dilihat sebagai simbol yang dilukiskan berupa motif seperti pada gambar ini. Kasihan sekali nasib mereka. Sebagian yang tersisa darinya hanya sebuah gambar dan segelintir bagian paruh dan bulu yang tetap di simpan rapi oleh masyarakat suku dayak.
1.15 BURUNG KUAU


Burung kuau, burung yang sangat indah dan mempesona. Dia bukanlah burung merak. Karena keindahannya burung ini menjadi maskot propinsi Sumatera Barat. Tapi populasinya di alam sangat memprihatin. Beberapa strain species kuau ini ada di pulau kalimantan dan peninsular malaya, perbedaannya ada di warna dan corak bulunya. Di kalimantan bulu ekornya menjadi salah satu aksesoris baju tradisional selain bulu burung enggang.


Burung ini mudah sekali dikenal karena memilki bentuk tubuh yang indah dan spesifik. Tubuh yang jantan lebih besar dan berbulu dengan corak yang lebih menarik daripada yang betina. Berat yang jantan dapat mencapai sekitar 11,5 kg dan panjang tubuhnya sampai ujung ekor mendekati 2 meter. Hal ini disebabkan oleh dua lembar bulu ekornya bagian tengah mencolok sekali panjangnya. Umumnya bulu tubuh berwarna dasar kecoklatan dengan bundaran-bundaran berwarna cerah serta berbintik-bintik keabu-abuan.
Kulit di sekitar kepala dan leher pada yang jantan biasanya tidak ditumuhi bulu dan berwarna kebiruan. Pada bagian occipital (bagian belkang kepala) betina mempunyai bulu jambul yang lembut. Paruh berwarna kuning pucat dan sekitar lobang hidung berwarna kehitaman. Iris mata berwarna merah. Warna kaki kemerahan dan tidak mempunyai taji/susuh.
Suara burung ini sangat lantang sehingga dapat terdengar dari kejauhan lebih dari satu mil. Suara yang jantan dapat dibedakan karena mempunyai interval pengulangan yang pendek. Sedangkan yang betina suaranya mempunyai pengulangan dengan interval semakin cepat dan yang terakhir suaranya panjang sekali. Burung ini mempunyai suara tanda bhaya yang cirinya pendek, tajam dan merupakan alunan yang parau.
Burung ini suka hidup di kawasan hutan, mulai dari dataran rendah sampai pada ketinggian sekitar 1.000 m dpl. Penyebaran burung ini adalah di Sumatera dan Kalimantan. Juga terdapat di Asia Tenggara. Makanannya terdiri dari buah-buahan yang jatuh, biji-bijian, siput, semut dan berbagai jenis serangga. Burung ini juga suka mencari sumber air untuk minum sekitar jam sebelas siang.
Burung ini bertelur yang biasanya berjumlah dua butir, warna telurnya krem atau kuning keputihan dengan bercak-bercak kecil diseluruh permukaan. Ukurannya sekitar 66 x 47 mm. Telur ini dierami oleh betina selama kurang lebih 25 hari. Anak burung ini akan mencapai tingkat dewasa kurang lebih dalam satu tahun.
1.16 BURUNG ELANG JAWA

Burung Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) merupakan salah satu spesies elang berukuran sedang yang endemik (spesies asli) di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia. Pertama kali saya menyaksikan penampakan burung Elang Jawa secara langsung pada pertengahan tahun 2005 di sekitar air tiga raksadi Gunung Muria Jawa Tengah. Sayang, sampai sekarang saya belum berkesempatan untuk menyaksikannya untuk yang kedua kali.
Secara fisik, Elang Jawa memiliki jambul menonjol sebanyak 2-4 helai dengan panjang mencapai 12 cm, karena itu Elang Jawa disebut juga Elang Kuncung. Ukuran tubuh dewasa (dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 60-70 sentimeter, berbulu coklat gelap pada punggung dan sayap. Bercoretan coklat gelap pada dada dan bergaris tebal coklat gelap di perut. Ekornya coklat bergaris-garis hitam.
Ketika terbang, Elang Jawa hampir serupa dengan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil. Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara Elang Brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.
Gambaran lainnya, sorot mata dan penglihatannya sangat tajam, berparuh kokoh, kepakan sayapnya kuat, berdaya jelajah tinggi, dan ketika berdiam diri sosoknya gagah dan berwibawa. Kesan “jantan” itulah yang barangkali mengilhami 12 negara menampilkan sosok burung dalam benderanya. Bersama 19 negara lain, Indonesia bahkan memakai sosoknya sebagai lambang negara dengan burung mitologis garuda
Populasi burung Elang Jawa di alam bebas diperkirakan tinggal 600 ekor. Badan Konservasi Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengategorikannya terancam punah. Konvensi Perdagangan Internasional untuk Flora dan Fauna yang Terancam Punah memasukkannya dalam Apendiks 1 yang berarti mengatur perdagangannya ekstra ketat. Berdasarkan kriteria keterancaman terbaru dari IUCN, Elang Jawa dimasukan dalam kategori Endangered atau “Genting” (Collar et al., 1994, Shannaz et al., 1995). Melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional, Pemerintah RI mengukuhkan Elang Jawa sebagai wakil satwa langka dirgantara.
Habitat burung Elang Jawa hanya terbatas di Pulau Jawa, terutama di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan.
Bahkan saat ini, habitat burung ini semakin menyempit akibat minimnya ekosistem hutan akibat perusakan oleh manusia, dampak pemanasan global dan dampak pestisida. Di Jawa Barat, Elang Jawa hanya terdapat di Gunung Pancar, Gunung Salak, Gunung Gede Pangrango, Papandayan, Patuha dan Gunung Halimun.
Di Jawa Tengah Elang Jawa terdapat di Gunung Slamet, Gunung Ungaran, Gunung Muria, Gunung Lawu, dan Gunung Merapi, sedangkan di Jawa Timur terdapat di Merubetiri, Baluran, Alas Purwo, Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, dan Wilis.
1.17  BURUNG KASUARI

Kasuari merupakan sebangsa burung yang mempunyai ukuran tubuh sangat besar dan tidak mampu terbang. Kasuari yang merupakan binatang yang dilindungi di Indonesia dan juga menjadi fauna identitas provinsi Papua Barat terdiri atas tiga jenis (spesies). Ketiga spesies Kasuari yaitu Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus), Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius), dan Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti).
Burung Kasuari merupakan burung besar yang indah menawan. Namun dibalik keindahan burung Kasuari mempunyai sifat yang agresif dan cenderung galak jika diganggu. Burung bergrnus Casuarius ini sangat galak dan pemarah dan tidak segan-segan mengejar ‘korban’ atau para pengganggunya. Karenanya di kebun binatangpun, Kasuari tidak dibiarkan berkeliaran bebas. Bahkan konon, The Guinnes Book of Records memasukkan burung Kasuari sebagai burung paling berbahaya di dunia. Meski untuk rekor ini saya belum dapat  melakukan verifikasi ke situs The Guinness Book of Records.
Kasuari merupakan burung endemik yang hanya hidup di pulau Papua dan sekitarnya, kecuali Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius) yang dapat juga ditemukan di benua Australia bagian timur laut. Dalam bahasa Inggris, Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius) disebut (Southern Cassowary), Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus) disebut (Northern Cassowary) dan Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti) disebut sebagai (Dwarf Cassowary).
Ciri-ciri dan Tingkah Laku. Burung Kasuari mempunyai ukuran tubuh yang berukuran sangat besar, kecuali Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti) yang ukuran tubuhnya lebih kecil. Burung Kasuari tidak dapat terbang. Burung kasuari dewasa mempunyai tinggi mencapai 170 cm, dan memiliki bulu berwarna hitam yang keras dan kaku.

Di atas kepalanya Kasuari memiliki tanduk yang tinggi berwarna kecokelatan. Burung betina serupa dengan burung jantan, dan biasanya berukuran lebih besar dan lebih dominan.
Kaki burung Kasuari sangat panjang dan kuat. Kaki ini menjadi senjata utama burung langka dan dilindungi ini. Kaki burung Kasuari mampu menendang dan merobohkan musuh-musuhnya, termasuk manusia, hanya dengan sekali tendangan. Mungkin karena tendangan dan agresifitasnya ini tidak berlebihan jika kemudian The Guinness Book of Records menganugerahinya sebagai burung paling berbahaya di dunia.
Pada Kasuari Gelambir Ganda terdapat dua buah gelambir berwarna merah pada lehernya dengan kulit leher berwarna biru.. Sedangkan pada Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus), sesuai namanya hanya mempunyai satu gelambir.
Burung Kasuari yang termasuk satwa yang dilindungi dari keounahan ini memakan buah-buahan yang jatuh dari pohonnya. Burung Kasuari biasa hidup sendiri, dan berpasangan hanya pada saat musim kawin saja. Anak burung dierami oleh Kasuari jantan.


Kasuari Kerdil
Meskipun Kasuari memiliki tubuh yang besar, namun ternyata tidak banyak yang diketahui tentang burung endemik papua ini. Apalagi untuk spesies Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus) dan Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti).
Habitat dan Penyebaran. Burung Kasuari Gelambir Tunggal (Casuarius unappendiculatus) dan Kasuari Kerdil (Casuarius bennetti) merupakan satwa endemik pulau Papua (Indonesia dan Papua New Guinea), sedangkan Kasuari Gelambir Ganda (Casuarius casuarius) selain di pulau Papua juga terdapat di pulau Seram (Maluku, Indonesia) dan Australian bagian timur laut. Burung Kasuari mempunyai habitat di daerah hutan dataran rendah termasuk di daerah rawa-rawa.
1.18 BURUNG MALEO

Burung Maleo atau Macrocephalon Maleo, merupakan burung endemik yang hanya bisa dijumpai di Kepulauan Sulawesi. Burung ini bisa ditemukan di hutan pegunungan dan hutan pantai, di Sulawesi Tengah.
Sepintas penampilan burung ini biasa saja, selain jambul di kepalanya, burung ini mirip dengan ayam. Dari penampilannya, sulit dibedakan antara burung jantan dan betina.
Daya tarik burung Maleo justru pada telurnya, yang ukurannya lima kali lebih besar dari telur ayam. Inilah yang menyebabkan telur burung Maleo banyak diburu orang. Sehingga kelestariannya terancam.
Telur burung Maleo memang memiliki nilai ekonomis, yang lebih tinggi dibandingkan telur ayam, karena bentuknya yang lebih besar. Harganya di pasar gelap bisa mencapai 50 ribu rupiah per butir.
Burung Maleo sebenarnya dapat bertelur dua kali dalam sebulan. Namun setiap bertelur, hanya satu telur yang dihasilkan.
Sang induk meletakkan telurnya di dalam lubang yang berpasir, yang dekat dengan sumber air panas. Oleh karena itu, habitat asli burung ini berada di sekitar sumber air panas, yang tanahnya berpasir.
Dari hasil riset The Nature Conservancy, sebuah LSM internasional yang bergerak dalam konservasi lingkungan, dari sepuluh habitat burung Maleo di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah, kini hanya tinggal 4 habitat saja. Sisanya telah rusak dan punah.
Penyebab utama terancamnya kelestarian burung Maleo tidak hanya telurnya diambil manusia, tetapi juga ganggan dari predator alaminya, yakni biawak dan tikus hutan.
Selain itu, pembukaan lahan hutan untuk perkebunan, dan kebakaran hutan juga menjadi penyebab rusaknya habitat asli burung Maleo. Salah satu habitat burung Maleo yang masih dapat dijumpai di kawasan Sulawesi Tengah adalah di Saluki, kawasan Taman Nasional Lore Lindu.
Untuk mencapai Saluki, dapat ditempuh dengan menggunakan mobil hingga Desa Tuva, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Donggala.
Desa ini berjarak sekitar 45 kilometer arah selatan dari Kota Palu, ibukota Sulawesi Tengah. Selepas dari Desa Tuva, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan sepeda motor sejauh 4 kilo meter.
Di Balai Taman Nasional Lore Lindu di Saluki inilah dilakukan upaya pelestarian terhadap burung Maleo. Lokasi penangkaran terletak di kawasan habitat aslinya, karena hanya di tempat semacam inilah burung maleo dapat berkembang biak.
Di lokasi ini terdapat sembilan kandang penangkaran. Telur burung Maleo disimpan di dalam lubang tanah yang berpasir di dalam kandang, dan akan menetas sendiri dalam waktu 76 hingga 90 hari.
Penangkaran burung Maleo ini turut melibatkan masyarakat sekitar. Salah seorang diantaranya adalah Ambo Tuo.
Kakek tiga orang cucu berusia 60 tahun ini, bersama 10 orang warga lainnya secara sukarela membantu polisi hutan menjaga kelestarian burung Maleo. Di 9 tempat penangkaran di Saluki ini terdapat sekitar 178 ekor burung Maleo.
Sementara di seluruh Taman Nasional Lore Lindu, jumlah populasi burung Maleo diperkirakan mencapai 500 ekor.
Menurut Herman Sasia, koordinator lapangan pelestarian burung Maleo Balai Taman Nasional Lore Lindu, gangguan terbesar dalam melestarikan burung Maleo datang dari predator alamnya, yakni biawak. Selain itu tangan jahil manusia yang mengambil telur burung Maleo.
Kawasan Saluki di Taman Nasional Lore Lindu ini merupakan salah satu tempat penangkaran burung Maleo, yang bisa dijadikan model bagi penyelamatan burung langka.
Kerjasama antara petugas dan warga setempat terbukti mampu menjaga kelestarian burung Maleo.
1.19 BURUNG KAKAK TUA RAJA

Burung Kakatua Raja (Probosciger aterrimus) adalah sejenis burung Kakatua berwarna hitam dan berukuran besar, dengan panjang sekitar 60cm. Burung ini memiliki kulit pipi berwarna merah dan paruh besar berwarna kehitaman. Di kepalanya terdapat jambul besar yang dapat ditegakkan. Burung betina serupa dengan burung jantan.
Kakatua Raja adalah satu-satunya burung di marga tunggal Probosciger. Daerah sebaran burung ini adalah di pulau Irian dan Australia bagian utara. Pakan burung Kakatua Raja terdiri dari biji-bijian. Paruh burung Kakatua Raja tidak dapat tertutup rapat, dikarenakan ukuran paruh bagian atas dan bagian bawah yang berbeda. Dan ini berguna untuk menahan dan membuka biji-bijian untuk dikonsumsi.
1.20 HELMETED HORNBILL

Burung ini ditemukan di Semenanjung Malaya, Kalimantan, dan wilayah Sumatera. Bulu-bulu burung ini dominan berwarna hitam. Satu-satunya warna lain pada bulu adalah putih di antara perut dan ekor burung. Burung enggang gading umumnya memiliki kepala dan keriput pada tenggorokan yang berwarna merah pada burung jantan dan biru pada burung betina. Kepala burung seberat sepuluh persen dari 5,9-6,8 pon berat badannya.
1.21 KUPU – KUPU DI INDONESIA
Tidak salah jika ada yang mengatakan bahwa negeri kita adalah ‘seonggok’ tanah surga yang dilemparkan ke bumi.
Sehingga menjadi tempat yang nyaman bagi berbagai makhluk hidup di dunia ini.
Tidak terkecuali jenis serangga seperti Kupu-kupu. Bahkan diantaranya hanya terdapat di Indonesia.
Ratusan jenis kupu-kupu hidup di Indonesia.
Menurut sebuah catatan di dunia terdapat sekitar 20.000 spesies Kupu-kupu.
Indonesia adalah negara pemilik kupu-kupu terbanyak di dunia setelah Brazil.
Indonesia memiliki sekitar 2.500 jenis kupu-kupu.
Sedangkan Brazil di hutan belantara Amazon, memiliki jenis terbanyak yaitu sekitar 3.000 jenis kupu-kupu.
Trogonoptera brookiana
Trogonoptera brookiana
Trogonoptera brookiana
Trogonoptera brookiana
Keindahan kupu-kupu dapat kita lihat dari berbagai macam bentuk sayapnya yang indah.
Bahkan beberapa jenis kupu-kupu di Indonesia menjadi endemik bagi suatu daerah.Sehingga tidak akan ditemui di belahan dunia manapun seperti Trogonoptera brookiana yang dikenal sebagai kupu-kupu raja Brooke hanya dijumpai di Sumatera dan Kalimantan.
Sedangkan seperti Cethosia myrina.
Kupu-kupu ini dikenal sebagai kupu-kupu sayap renda yang hanya dijumpai di Sulawesi.
Cethosia myrina
Cethosia myrina
Tingkat endemisitas yang tinggi terlihat jelas sekali pada kupu-kupu Indonesia,
yang mencapai lebih dari 35 persen dari total jumlah jenis yang menduduki peringkat pertama di dunia.
Peru, Brasil, dan negara-negara lain di Amerika Selatan hanya memiliki tingkat endemisitas kupu-kupu kurang dari 10 persen dari total jumlah jenisnya.
Artinya, keunikan kupu-kupu Indonesia jauh melebihi negara-negara mana pun di dunia.
Sulawesi adalah pulau yang memiliki keunikan kupu-kupu tertinggi di Indonesia.
Dari 557 jenis yang ada di sana, sebanyak 239 jenis (lebih dari 40 persen) merupakan jenis yang hanya dapat dijumpai di kawasan itu, contohnya Papilio blumei.
Papilio blumei
Papilio blumei
Dari sekian banyak jenis kupu-kupu di Indonesia, ada 19 jenis yang telah dimasukkan ke dalam daftar jenis satwa yang dilindungi di Indonesia,
yaitu Cethosia myrina yang dikenal sebagai kupu-kupu sayap renda dan hanya dijumpai di Sulawesi,
Trogonoptera brookiana yang dikenal sebagai kupu-kupu raja Brooke yang dijumpai di Sumatera dan Kalimantan.
Ornithoptera croesus
Ornithoptera goliath procus
Ornithoptera paradisea
Ornithoptera Priamus poseidon
16 jenis kupu-kupu dari marga Ornithoptera atau kupu-kupu sayap burung dijumpai di Maluku dan Papua.
11 jenis kupu-kupu dari marga Troides yang dikenal sebagai kupu-kupu raja (contohnya Troides hypolitus).
Kebanyakan dijumpai di Indonesia bagian barat dan Sulawesi, serta beberapa jenis berada di Maluku dan Papua.
Kupu-kupu sayap burung Ornithoptera aesacus yang hanya ditemukan di Pulau Obi (Maluku Utara).
Kupu-kupu sayap burung Ornithoptera croesus yang hanya ditemukan di pulau-pulau di Maluku Utara.
60 Spesies Kupu-kupu terdapat di Lampung.
Troides hypolitus
Troides hypolitus

2. FLORA INDONESIA
Tumbuh-tumbuhan yang hidup di suatu tempat ada yang tumbuh secara alami dan ada juga yang dibudidayakan oleh manusia. Flora ataua dunia tumbuhan di berbagai tempat di dunia pasti berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut :
  • Iklim
  • Jenis tanah
  • Relief atau tinggi rendah permukaan bumi
  • Biotik (pengaruh makhluk hidup).
Adanya faktor-faktor tesebut, Indonesia memeliki keanekara- gaman jenis tumbuh-tumbuhan. Iklim memiliki pengaruh yang sangat besar terutama suhu udara dan curah hujan. Daerah yang curah hujannya tinggi memiliki hutan yang lebat dan jenis tanaman lebih bervariasi, misalnya: di Pulau Sumatera dan Kalimantan
Sedangkan daerah yang curah hujannya relatif kurang tidak memiliki hutan yang lebat seperti di Nusa Tenggara. Daerah ini banyak di tum- buhi semak belukar dengan padang rumput yang luas.
Suhu udara juga mempengaruhi tanaman yang dapat hidup di suatu tempat. Junghuhn telah membuat zonasi (pembatasan wilayah) tumbuh- tumbuhan di Indonesia sebagai berikut :
  • Daerah panas (0 – 650 meter), tumbuhan yang cocok di daerah ini adalah kelapa, padi, jagung, tebu, karet.
  • Daerah sedang ( 650 – 1500 meter), tumbuhan yang cocok di daerah ini adalah kopi, tembakau, teh, sayuran.
  • Daerah sejuk ( 1500 – 2500 meter), tumbuhan yang cocok di daerah ini adalah teh, sayuran, kina, pinus.
  • Daerah dingin (di atas 2500 meter) tidak ada tanaman budidaya
Beberapa jenis flora di Indonesia yang dipengaruhi oleh iklim antara lain sebagai berikut :
  • Hutan Musim, terdapat di daerah Indonesia yang memiliki suhu udara tinggi dan memiliki perbedaan kondisi tumbuhan di musim hujan dan musim kemarau. Pada musim kemarau pohonnya akan meranggas dan pada musim hujan akan tumbuh hijau kembali. Contoh hutan mu- sim ialah hutan jati dan kapuk randu. Hutan musim banyak terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
  • Hutan Hujan Tropis, terdapat di daerah yang curah hujannya tinggi. Indonesia beriklim tropis dan dilalui garis khatulistiwa sehing- ga Indonesia banyak memperoleh sinar matahari sepanjang tahun, curah hujan tinggi dan temperatur udara tinggi. Di Indonesia hutan hujan tropis terdapat di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
  • Sabana, terdapat di daerah yang curah hujannya sedikit. Sabana beru- pa padang rumput yang diselingi pepohonan yang bergerombol. Sabana terdapat di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
  • Steppa, adalah padang rumput yang sangat luas. Stepa terdapat di daerah yang curah hujannya sangat sedikit atau rendah. Stepa terda- dapat di Nusa Tenggara Timur, baik untuk peternakan.
  • Hutan Bakau atau Mangrove, adalah hutan yang tumbuh di pantai yang berlumpur. Hutan bakau banyak terdapat di pantai Papua, Sumatera bagian timur, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan.
Jenis-jenis hutan yang dipengaruhi iklim antara lain
(a). Hutan Hujan Tropis, (b). Sabana, (c). Steppa, (d). Hutan Mangrove
2.1 MELATI

Bunga melati (Jasminum sambac) atau disebut juga melati putih merupakan salah satu spesies melati yang berasal dari Asia Selatan. Tanaman perdu ini tersebar mulai dari daerah Hindustan, Indochina, Malaysia, hingga ke Indonesia. Bunga melati putih ditetapkan sebagai puspa bangsa, satu diantara tiga bunga nasional Indonesia.
Melati (Jasminum sambac) merupakan tanaman perdu, berbatang tegak merayap, hidup menahun. Melati tumbuh baik di iklim panas tropik, kondisi tanah ringan, porus, berpasir sampai agak liat. Bunga melati berukuran kecil, umumnya berwarna putih, petala (mahkota bunga) selapis atau bertumpuk. Daun bentuk membulat.
Ada sekitar 200 jenis melati yang sudah teridentifikasi, tetapi hanya 8-9 jenis yang umum dibudidayakan. Di Indonesia ada banyak nama lokal yang diberikan kepada bunga melati seperti, menuh (bali), Meulu Cina, Meulu Cut (Aceh), Malete (Madura), Menyuru (Banda), Melur (Gayo dan Batak Karo), Manduru (Menado), dan Mundu (Bima, Sumbawa).
Melati mempunyai bentuk mahkota yang sederhana. Melati memiliki bunga berwarna putih suci. Melati memiliki aroma yang lembut menenangkan. Melati tidak membutuhkan pemeliharaan yang rumit. Harga melati yang merakyat (relatif murah). Dari semua kelebihan melati itu, tidak berlebihan jika kemudian melati ditetapkan sebagai bunga bangsa, salah satu dari 3 bunga nasional Indonesia.
2.2 ANGREK
Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan tanaman anggreknya, Imdonesia mempunyai lebih dari 6.000 jenis anggrek dan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan spesies anggrek terbanyak dan terlengkap di dunia. Tidak hanya itu jenis anggrek di Indonesia juga merupakan jenis anggrek terindah dan terlangka didunia.
Berikut adalah beberapa jenis anggrek yang ada di Indonesia
– Anggrek macan

Grammatophyllum speciosum atau seringpula disebut-sebut dengan nama G. papuanum yang diyakini sebagai salah satu variannya. Tanaman ini tersebar luas dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, hingga Papua. Oleh karena itu, tidak heran bila banyak ditemukan varian-varian nya dengan bentuk tanaman dan corak bunga yang sedikit berbeda. Dalam satu rumpun dewasa, tanaman ini dapat mencapai berat lebih dari 1 ton dan panjang malai bunga hingga 3 meter dengan diameter malai sekitar 1,5-2 cm. Itulah sebabnya malai bunganya mampu menyangga puluhan kuntum bunga berdiameter 7-10 cm.
Dari corak bungany penduduk lokal sering menjulukinya dengan sebutan anggrek macan akan tetapi sebutan ini sering rancu dengan kerabatnya, Grammatophyllum scriptum yang memiliki corak serupa. Oleh sebab itu, anggrek ini populer juga dengan sebutan sebagai anggrek tebu, karena sosok batang tanamannya yang menyerupai batang pohon tebu. Meskipun persebarannya cukup luas…anggrek ini justru menghadapi ancaman serius dari perburuan tak terkendali serta kerusakan habitat. Sosok pohonnya yang sangat besar mudah terlihat oleh para pemburu, terlebih lagi saat memunculkan bunganya yang mencolok. Belum lagi perkembangbiakan alami di habitat dengan biji sangatlah sulit diandalkan karena lambatnya laju pertumbuhan dari fase biji hingga mencapai tanaman dewasa yang siap berbunga. Mungkin hal inilah yang mendasari kenapa anggrek ini menjadi salah satu species anggrek yang dilindungi.
– Anggrek hitam

Anggrek hitam (Coelogyne pandurata) adalah spesies anggrek yang hanya tumbuh di pulau Kalimantan. Anggrek hitam adalah maskot flora provinsi Kalimantan Timur. Saat ini, habitat asli anggrek hitam mengalami penurunan jumlah yang cukup besar karena semakin menyusutnya luas hutan di Kalimantan namun masih bisa ditemukan di cagar alam Kersik Luway dalam jumlah yang sedikit. Diperkirakan jumlah yang lebih banyak berada di tangan para kolektor anggrek.
Dinamakan anggrek hitam karena anggrek ini memiliki lidah (labellum) berwarna hitam dengan sedikit garis-garis berwarna hijau dan berbulu. Sepal dan petal berwarna hijau muda. Bunganya cukup harum semerbak dan biasa mekar pada bulan Maret hingga Juni.
Anggrek hitam termasuk dalam anggrek golongan simpodial dengan bentuk bulb membengkak pada bagian bawah dan daun terjulur di atasnya. Setiap bulb hanya memiliki dua lembar daun saja. Daunnya sendiri sekilas mirip seperti daun pada tunas kelapa.
– Anggrek bulan

Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) merupakan salah satu bunga nasional Indonesia, Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) ditetapkan sebagai Puspa Pesona Indonesia mendampingi bunga melati (Jasminum sambac) yang ditetapkan sebagai puspa bangsa Indonesia dan padma raksasa (Rafflesia arnoldii )  sebagai puspa langka Indonesia.
Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) merupakan salah satu anggota genus Phalaenopsis, genus yang pertama kali ditemukan oleh seorang ahli botani Belanda, Dr. C.L. Blume. Phalaenopsis sendiri sedikitnya terdiri atas 60 jenis (spesies) dengan sekitar 140 varietas yang 60 varietas diantaranya terdapat di Indonesia.
Di Indonesia, anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) pertama kali ditemukan di Maluku. Anggrek bulan memiliki beberapa nama daerah seperti anggrek wulan (Jawa dan Bali), anggrek terbang (Maluku), dan anggrek menur (Jawa). Pemerintah menetapkan anggrek bulan sebagai puspa pesona mendampingi melati (puspa bangsa), dan padma raksasa (puspa langka) berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1993.
Pesona Anggrek Bulan. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) merupakan jenis anggrek (Orchidaceae) yang mempunyai ciri khas kelopak bunga yang lebar dan berwarna putih. Meskipun saat ini sudah banyak anggrek bulan hasil persilangan (anggrek bulan hibrida) yang memiliki corak dan warna beragam jenis.
Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) termasuk dalam tanaman anggrek monopodial yang menyukai sedikit cahaya matahari sebagai penunjang hidupnya. Daunnya berwarna hijau dengan bentuk memanjang. Akar anggrek bulan berwarna putih berbentuk bulat memanjang dan terasa berdaging. Bunga anggrek bulan memiliki sedikit keharuman dan waktu mekar yang lama serta dapat tumbuh hingga diameter 10 cm lebih.
Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) tumbuh liar dan tersebar luas mulai dari Malaysia, Indonesia, Filipina, Papua, hingga ke Australia. Anggrek bulan hidup secara epifit dengan menempel pada batang atau cabang pohon di hutan-hutan. Secara liar anggrek bulan mampu tumbuh subur hingga ketinggian 600 meter dpl.
Lantaran keindahannya itu wajar jika kemudian anggrek bulan ditetapkan sebagai puspa pesona, satu diantara 3 bunga nasional Indonesia. Anggrek bulan ditetapkan sebagai puspa pesona mendampingi melati (puspa bangsa) dan padma raksasa (puspa langka).
2.3 BUNGA BANGKAI

Bunga bangkai atau suweg raksasa atau batang krebuit (nama lokal untuk fase vegetatif), Amorphophallus titanum Becc., merupakan tumbuhan dari suku talas-talasan (Araceae) endemik dariSumatera, Indonesia, yang dikenal sebagai tumbuhan dengan bunga (majemuk) terbesar di dunia, meskipun catatan menyebutkan bahwa kerabatnya, A. gigas (juga endemik dari Sumatera) dapat menghasilkan bunga setinggi 5m.  Namanya berasal dari bunganya yang mengeluarkan bau seperti bangkai yang membusuk, yang dimaksudkan sebenarnya untuk mengundang kumbang dan lalat penyerbuk bagi bunganya. Bunga bangkai juga sering digunakan sebagai julukan bagi fatma raksasa Rafflesia arnoldii. Di alam tumbuhan ini hidup di daerah hutan hujan basah. Bunga bangkai adalah bunga resmi bagi Provinsi Bengkulu.
Tumbuhan ini memiliki dua fase dalam kehidupannya yang muncul secara bergantian, fase vegetatif dan fase generatif. Pada fase vegetatif muncul daun dan batang semunya. Tingginya dapat mencapai 6 meter . Setelah beberapa waktu (tahun), organ vegetatif ini layu dan umbinya dorman. Apabila cadangan makanan di umbi mencukupi dan lingkungan mendukung, bunga majemuknya akan muncul. Apabila cadangan makanan kurang tumbuh kembali daunnya.
Bunganya sangat besar dan tinggi, berbentuk seperti lingga (sebenarnya adalah tongkol atau spadix) yang dikelilingi oleh seludang bunga yang juga berukuran besar. Bunganya berumah satu dan protogini: bunga betina reseptif terlebih dahulu, lalu diikuti masaknya bunga jantan, sebagai mekanisme untuk mencegah penyerbukan sendiri. Hingga tahun 2005, rekor bunga tertinggi di penangkaran dipegang oleh Kebun Raya Bonn, Jerman yang menghasilkan bunga setinggi 2,74m pada tahun 2003. Pada tanggal 20 Oktober 2005, mekar bunga dengan ketinggian 2,91m di Kebun Botani dan Hewan Wilhelma, Stuttgart, juga di Jerman. Namun demikian, Kebun Raya Cibodas, Indonesia mengklaim bahwa bunga yang mekar di sana mencapai ketinggian 3,17m pada dini hari tanggal 11 Maret 2004 . Bunga mekar untuk waktu sekitar seminggu, kemudian layu. Apabila pembuahan terjadi, akan terbentuk buah-buah berwarna merah dengan biji di pada bagian bekas pangkal bunga. biji-biji ini dapat ditanam. Setelah bunga masak, seluruh bagian generatif layu. Pada saat itu umbi mengempis dan dorman. Apabila mendapat cukup air, akan tumbuh tunas daun dan dimulailah fase vegetatif kembali.karena keunikan bunga ini, bunga ini sering diperjual belikan oleh manusia, itulah faktor utama bunga ini langka.
2.4 BUNGA RAFFLESIA ARNOLDI

Rafflesia Arnoldi merupakan salah jenis tanaman langka yang hanya tumbuh di kawasan Sumatra bagian selatan, terutama di Provinsi Bengkulu. Tanaman ini pertama kali ditemukan di Bengkulu pada tahun 1818, oleh seorang letnan dari Inggris, yang pada saat itu tengah menjabat sebagai Gubernur Bengkulu, Thomas Stamford Raffles dan Dr. Arnoldy, seorang ahli botani.
Oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu, bunga ini ditetapkan sebagai lambang provinsi. Karena Refflesia Arnoldi merupakan tanaman langka, maka sejak tahun 2000 Pemerintah Provinsi Bengkulu menetapkannya sebagai tanaman yang dilindungi dan harus dilestarikan. Selain itu, sejak tahun 2001, beberapa kawasan hutan yang menjadi habitat Rafflesia Arnoldi ditetapkan sebagai kawasan hutan yang dilindungi.
Raflesia Arnoldi adalah bunga khas yang tumbuh di kawasan hutan bukit barisan Provinsi Bengkulu. Keunikan bunga ini adalah selain dari bentuknya yang jauh lebih besar dari ukuran bunga pada umumnya juga karena proses pemunculannya yang tiba-tiba tanpa memiliki bentuk pohon tertentu. Menurut berbagai ahli botani, bunga ini diidentifikasi sebagai bunga terbesar di dunia.
Bunga ini kerap tumbuh di hutan Bukit Barisan di Desa Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah dan juga di sekitar Desa Tebat Monok, Kabupaten Kepahiang. Bagian terbesar dari bunga ini adalah lima kelopak bunga yang mengelilingi bagian dalam, yang tampak seperti mulut gentong. Di dasar bagian yang seperti gentong ini, terdapat benang sari ataupun putik, bergantung pada jenis kelaminnya, Rafflesia Arnoldi jantan atau betina. Terpisahnya benang sari dan putik ini, membuat pembuahan bunga yang berbau busuk ini agak sulit. Dibutuhkan bantuan dari serangga, angin, ataupun air agar Rafflesia Arnoldi dapat berbunga.
Masa pertumbuhan Rafflesia Arnoldi terhitung lama, dapat memakan waktu hingga sembilan bulan, dan jika bunganya sedang mekar, hanya akan berlangsung selama seminggu. Maka tak heran jika tidak banyak wisatawan yang cukup beruntung untuk melihat bunga yang biasanya mekar di bulan Agustus hingga November ini. Jika sedang mekar, bunga ini dapat memiliki diameter hingga 1 meter, dan beratnya dapat mencapai 11 kilogram. Bunga ini memang akan mengeluarkan bau yang tak sedap, namun bau inilah yang memancing serangga untuk mendekati Rafflesia Arnoldi, sehingga memungkinkan pembuahan terjadi.
Salah satu kebanggaan masyarakat Bengkulu yang merupakan puspa langka Indonesia, bunga Raflesia Arnoldi yang hanya tumbuh di sekitar kawasan Hutan Lindung Bukit Daun Bengkulu saat ini terancam punah. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Bagian Tata Usaha Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Supartono. Kepunahan ini disebabkan oleh warga di sekitar kawasan Hutan Lindung Bukit Daun, secara sengaja memindahkan bongkol puspa langka tersebut ke daerah yang mudah dijangkau pengunjung atau diletakkan di sekitar rumah atau pinggir jalan untuk dimanfaatkan menjadi sumber pendapatan, karena setiap bunga Raflesia mekar selalu dipadati oleh pengunjung baik dari Provinsi Bengkulu maupun dari provinsi lain untuk melihat dari dekat puspa langka Indonesia tersebut.
Pihak BKSDA sejak tahun 2006 sudah mencurigai indikasi ini, tetapi tidak pernah ditemukan bukti yang kuat. Pihak BKSDA curiga dan heran kenapa bunga Raflesia selalu mekar dekat dengan jalan, padahal puspa ini memerlukan iklim yang ekstrim dan hanya tumbuh di kawasan Hutan Lindung Bukit Daun.
Hal ini hendaknya menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah dan pihak terkait, jangan sampai salah satu kebanggaan masyarakat Bengkulu dan koleksi puspa langka Indonesia menjadi punah dan tinggal cerita.